UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , , » Urgensi Hati dan Tanda Sehatnya

Urgensi Hati dan Tanda Sehatnya

Written By Unknown on Senin, 22 Juli 2013 | 18.15


Allah subhanahu wata’ala tidak menciptakan manusia begitu saja tanpa tujuan, akan tetapi Allah menciptakan mereka dengan tujuan yang agung yaitu untuk beribadah hanya kepada-Nya. Dibebani dengan perintah dan larangan, serta disiapkan tempat yang mulia bagi hamba yang taat dan tempat yang hina bagi pendurhaka. Oleh karena itu Allah memberikan nikmat yang sangat banyak sebagai penunjang untuk melaksanakan perintah-perintah tersebut. Seperti hati, penglihatan, pendengaran, anggota yang sempurna, dan lainnya. Semua nikmat itu pada akhirnya akan diminta pertanggungjawabannya.

Kedudukan Hati

Kedudukan hati dalam anggota tubuh ini bagaikan seorang raja yang mengatur segala aktivitas organ. Ketika hati sehat maka aktivitas akan lancar, dan ketika sakit maka aktivitas tak akan lancar sebagaimana mestinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةٌ إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَْسَدُ كُلُّهُ
 أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah bahwasanya di dalam jasad ada segumpal daging, apabila sehat ia maka seluruh jasad akan baik. Apabila rusak ia maka akan rusaklah jasad, ketahuilah segumpal daging itu adalah hati”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Begitu pula Allah subhanahu wa taala menjadikan hati yang bersih sebagai syarat agar manusia dimasukkan ke dalam surga-Nya. Allah ta’ala berfirman:

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. asy-Syu’ara’: 88-89)

Janji Iblis untuk Menjerumuskan Semua Manusia

Ketika musuh manusia (Iblis) mengetahui akan urgennya hati dalam keselamatan jiwa seseorang, sebagai tumpuan awal melakukan perbuatan, maka syaitan memusatkan perhatiannya untuk menjerumuskan manusia dalam kehinaan melalui hatinya dengan bisikan-bisikan. Serta menghiasinya dengan dusta-dusta sehingga manusia lalai dan akhirnya masuk ke dalam pangkuannya. Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan tentang janji syaitan untuk menjerumuskan manusia dari segala arah melalui firman-Nya:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16)
 ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ
 وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17)

“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. al-A’raf: 16-17)

Pembagian Hati

Hati manusia berbeda-beda, ada yang lembut dan ada pula yang kasar. Sehingga Ibnu Qayyim rahimahullah membagi hati menjadi beberapa bagian, di antaranya:

Pertama: Hati yang sehat, yaitu hati yang selamat dari segala bentuk penyelewengan ibadah kepada selain Allah. Hati yang tujuannya hanyalah kepada Allah, kecintaannya tertuju dan karena-Nya, anggota tubuhnya diserahkan kepada-Nya, segala aktivitasnya hanya mengharapkan wajah Allah.
Kedua: Hati yang sakit, yaitu hati yang hidup akan tetapi mempunyai penyakit. Ada kecintaan kepada Allah, keimanan kepada-Nya, ikhlas karena-Nya, akan tetapi di samping cintanya kepada Allah dia pun terkadang menjadi budak hawa nafsu. Cinta jabatan, kesombongan di dalam jiwanya, hasad, ujub yang mengakibatkan kebinasaannya.

Ketiga: Hati yang mati, inilah hati yang tidak ada keimanan di dalamnya, enggan beribadah kepada Allah, lebih mengutamakan hawa nafsu, tidak peduli terhadap apa yang ia lakukan. Apakah yang ia lakukan disukai oleh Allah atau bahkan dibencinya.

Ibnu Qayyim rahimahullah menambahkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menyebutkan pembagian hati menjadi tiga di dalam firman-Nya (artinya): “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayatNya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya al-Qur`an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (QS. al-Hajj: 52-54)

Hati yang sehat adalah hati yang mudah menerima kebenaran, cinta kepadanya. Hati yang mati adalah hati yang enggan menerima kebenaran. Hati yang sakitnya sedang parah karena kemaksiatan maka sulit baginya menerima kebenaran, dan ketika membaik karena ibadah maka kebenaran akan diterimanya. Berbaur dengan orang yang sakit hatinya, maka menyebabkan sakit. Berhubungan dengan mereka adalah racun dan duduk bersamanya adalah kehancuran.

Tanda-tanda Hati yang Sehat

Abu Husein al-Warraq rahimahullah berkata: “Hidupnya (sehatnya) hati adalah senantiasa menyebut Dzat yang maha hidup, kehidupan yang menyenangkan adalah kehidupan yang hanya mengharap wajah Allah.”
Di antara tanda hati yang sehat menurut Ibnul Qayyim adalah:

Pertama: Tidak bosan berzikir kepada Allah, berkhidmat kepada-Nya, tidak mencari teman kecuali karena Allah semata.

Kedua: Jika kehilangan waktu ibadahnya, maka dia mendapatkan kesedihan melebihi orang yang kehilangan harta bendanya.
Ketiga: Senantiasa rindu untuk berkhidmat kepada Allah dengan ibadah, sebagaimana kebutuhan seorang yang lapar terhadap makanan dan minuman.

Keempat: Apabila melaksanakan salat maka hilanglah kegundahan dan kegelisahan mengenai dunianya. Ketika selesai dari salat maka mendapatkan ketenteraman dan kebahagiaan dalam hatinya.

Kelima: Tujuan hidupnya senantiasa tertuju hanya kepada Allah.

Keenam: Sangat memanfaatkan waktunya, tidak dibiarkan lewat begitu saja
tanpa ada manfaatnya.

Ketujuh: Kesungguhannya memperbaiki amal perbuatannya, senantiasa mengikhlaskan niat kepada Allah, berbuat baik, dan selalu menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri teladan dalam segala aktivitasnya.
(Diringkas dari kitab Ighasatu al-Lahfan, Ibnu Qayyim al-Jauziah)

Semakin kita mengetahui besarnya pengaruh hati dalam kehidupan seorang hamba, maka semakin bertambah keyakinan kita akan keagungan Allah subhanahu wa ta’ala. Dan kita memohon kepada Allah agar senantiasa menjaga hati kita dalam keimanan kepada-Nya, karena Dialah Dzat yang maha membolak-balikkan hati. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan doa dalam sabdanya:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati tetapkanlah hatiku dalam agamamu.”

(HR. Tirmidzi) ¶

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS