UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , » Perihal Mandi

Perihal Mandi

Written By Unknown on Rabu, 29 Mei 2013 | 07.58



Islam merupakan agama yang mencintai kebersihan, mengajarkan kepada pemeluknya untuk membersihkan diri, baik bersifat materi, seperti kotoran yang menempel di tubuh ataupun yang bersifat maknawi yaitu dosa dan kesyirikan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin sedikit menerangkan perihal mandi, karena mandi merupakan bagian dari pembahasan thoharoh (bersuci), dan salah satu syarat diterimanya beberapa amal ibadah adalah suci dari najis dan hadas. Selamat menyimak.

Makna Mandi

Salah satu perkara yang harus diketahui oleh setiap muslim adalah bersuci. Bersuci merupakan kunci dari diterimanya beberapa amal ibadah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan bahwa thoharoh (mandi atau wudhu) merupakan kunci salat (HR. at-Tirmidzi), jadi salat tidak akan diterima tanpa bersuci terlebih dahulu.

Mandi secara bahasa adalah meratakan anggota badan dengan air. Terkadang seseorang yang telah melakukan aktivitas dalam kesehariannya merasakan letih dan loyo, dengan mandi ia dapat mengembalikan kesegaran dan kebugarannya. Mandi yang merupakan kebiasaan ini dapat bernilai ibadah dan berpahala di sisi Allah jika diniatkan untuk melaksanakan perintah Allah dan mendapatkan kenyamanan dalam beribadah kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. al-Baqarah: 222)

Suatu amalan yang dilakukan sebagai kebiasaan jika diniatkan untuk beribadah kepada Allah, maka amalan kebiasaan tersebut bernilai pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi seseorang apa yang telah ia niatkan.” (HR. al-Bukhari)

Hal-hal yang Mewajibkan Mandi

Dalam pembahasan fikih telah dijelaskan penyebab yang mewajibkan mandi, oleh karenanya alangkah baiknya jika kita mengetahui hal-hal tersebut untuk kita amalkan dalam kehidupan kita. Di antara hal-hal yang mewajibkan mandi adalah:

·     Keluarnya mani, baik dalam keadaan tidur ataupun terjaga

Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا الـمَاءُ مِنَ الـمَاءِ

“Sesungguhnya air (mandi) disebabkan karena keluarnya air (mani).” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Begitu pula riwayat dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Ummu Sulaim bertanya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُوْلَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِيْ مِنَ الْحَقِّ فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Apakah seorang wanita wajib mandi jika ia mimpi basah? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Iya, jika ia melihat air (mani).” (Muttafaqun ‘alaihi)

Akan tetapi mandi yang diwajibkan bagi orang yang terjaga (tidak tidur) disyaratkan jika disertai syahwat, jika keluarnya mani tidak disertai syahwat (seperti karena disebabkan sakit atau kedinginan) maka tidak mewajibkan mandi. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika keluarnya air mani (disertai syahwat/memancar) maka mandilah janabah, dan jika keluarnya tidak disertai pancaran (dan syahwat) maka tidak wajib mandi.” (HR. Ahmad)

Jika seseorang mimpi basah dan tidak mendapatkan air mani tatkala terbangun, maka dia tidak wajib mandi. Akan tetapi jika dia mendapatkan air mani walaupun dia tidak ingat telah mimpi basah maka dia tetap diwajibkan mandi, karena sebabnya di sini adalah keluarnya mani. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata: “Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang yang mendapati basah di celananya akan tetapi dia tidak ingat mimpi basah. Nabi bersabda: “Ia mandi.” Beliau juga ditanya mengenai seseorang yang telah mimpi basah akan tetapi dia tidak mendapatkan air mani di celananya, maka beliau menjawab: “dia tidak wajib mandi.” (HR. at-Tirmidzi dan Abu Dawud). (al-Wajiz fii fiqh as-Sunnah wa al-Kitab al-‘Aziz, Abdul ’Azhim Badawi, hal. 50)

·     Hubungan badan antara suami istri

Di antara yang mewajibkan mandi bagi seseorang yang telah berkeluarga adalah berhubungan badan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

“Apabila sang suami telah duduk di antara empat cabang (jimak), kemudian bersungguh-sungguh (dengannya), maka ia wajib mandi.” (Muttafaqun ‘alaihi)

·     Orang kafir yang masuk Islam

Dalam al-Qur`an disebutkan bahwa orang kafir adalah najis (at-Taubah: 28), sehingga apabila ia masuk Islam maka ia harus mandi terlebih dahulu, setelah itu mengikrarkan dua kalimat syahadat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Qois bin ‘Asim ketika masuk Islam untuk mandi dengan air dan daun bidara. (HR. at-Tirmidzi dan Abu Dawud)

·     Kematian

Apabila ada seorang yang meninggal dunia, maka salah satu kewajiban bagi yang masih hidup terhadap si mayit adalah memandikannya, sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda perihal seorang yang meninggal ketika sedang ihram: “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Begitu pula ketika putri beliau Zainab radhiyallahu ‘anha meninggal, maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para wanita: “Mandikan ia sebanyak tiga kali, lima kali atau tujuh kali (siraman).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

·     Berhentinya darah haid dan nifas

Jika seorang wanita telah selesai dari darah haid atau nifas, maka ia wajib mandi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh ibunda ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Fatimah binti Abi Hubaisy:

إِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِيْ الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِيْ وَصَلِّيْ

“Apabila haid menghampirimu maka tinggalkanlah salat, dan jika haid telah berhenti, maka mandilah kemudian salatlah.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Demikianlah beberapa hal yang mewajibkan mandi bagi seorang muslim, walaupun sebenarnya masih terdapat hal yang lain akan tetapi terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama di dalamnya, oleh karenanya penulis cukupkan sampai di sini. Mudah-mudahan dengan mengetahui kewajiban-kewajiban syariat, dapat menambah semangat kita dalam mengerjakan beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.   ¶
Oleh :  Yusuf Solihin


0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS