Dalam
mengarungi kehidupan di dunia, manusia akan dihadapkan dengan berbagai
ujian dan cobaan. Barangsiapa yang mampu menjaga dirinya dan terus istiqomah di atas agamanya, maka dialah orang yang akan
bahagia. Adapun orang yang terseret dan tergoda oleh
godaan nafsu dan hawa, inilah orang yang akan celaka. Oleh
karenanya, hendaknya seorang mukmin mengetahui pintu-pintu yang menjadi jalan bagi syaitan dalam menjerumuskan manusia, sehingga
ia selalu waspada dan menjaga diri.
Adapun
pintu-pintu kemaksiatan tersebut adalah:
Pertama: Pandangan
Pandangan
merupakan kenikmatan sekaligus amanah dari Allah subhanahu wa
ta’ala. Menjaganya merupakan tindakan utama dalam menjaga
kemaluan. Barangsiapa yang mengumbar pandangannya, maka dia telah
menggiring dirinya ke dalam kebinasaan. Oleh karena
itulah, Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menjaga
pandangan mereka. Firman-Nya:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ
يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
(30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ
مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya….” (QS. an-Nur: 30-31)
Pandangan
merupakan pangkal dari segala bencana yang menimpa manusia. Karena pandangan
akan melahirkan getaran hati, diikuti dengan angan-angan yang membangkitkan
syahwat dan keinginan yang semakin menguat dan akhirnya menjadi kebulatan
tekad, hingga terjadilah perbuatan itu secara pasti, selama tidak ada
penghalang yang menghalanginya. Maka sungguh benar orang yang mengatakan: “Kesabaran
dalam menundukkan pandangan lebih ringan daripada kesabaran dalam menanggung
akibatnya.”
Pandangan
seseorang ibarat anak panah yang jika sampai pada sasaran (apa yang dipandang),
akan menempati satu tempat dalam relung hati orang yang memandang tersebut.
Ibnul Qayyim berkata: “Wahai orang yang bersungguh-sungguh melontarkan panah
pandangan, engkaulah korban terbunuh dari apa yang engkau lontarkan, jika tidak
mengenai sasaran. Wahai pengutus pandangan yang sedang mencari kesembuhan
baginya, tahanlah utusanmu agar tidak datang membawa kebinasaan.
Beliau juga
mengatakan: “Ketahuilah bahwasanya pandangan itu bisa melukai hati dengan luka
yang mendalam,” kemudian beliau bersyair:
مَا زِلْتَ تُتْبِعُ نَظْرَةً فِي نَظْرَةٍ فِي إِثْرِ كُلِّ مَلِيْحَةٍ
وَمَلِيْحٍ
وَتَظُنَّ ذَاكَ دَوَاءُ جُرْحِكَ وَهُوَ فِي التَّحْقِيقِ تَجْرِيحٌ عَلَى
تَجْرِيْحٌ
Engkau selalu mengikuti pandangan demi
pandangan
terhadap sesuatu yang elok lagi menawan
Engkau menyangka hal itu penawar luka
yang kau rasa,
namun ternyata hanya menambah luka di
atas luka
Kedua: Bisikan Jiwa
Allah ta’ala menciptakan dua jiwa dalam diri seorang manusia: jiwa yang selalu mengajak
kepada keburukan dan jiwa yang tenteram. Keduanya saling berlawanan. Jika
ringan salah satunya, maka akan berat yang lainnya. Jika salah satunya
merasakan kelezatan, maka yang lain akan merasakan kepedihan. Tidak ada yang
lebih berat bagi jiwa yang selalu mengajak kepada keburukan selain beramal
karena Allah, serta mendahulukan ridha-Nya di atas hawa nafsu. Padahal tidak
ada yang lebih bermanfaat untuk pelakunya dibanding hal ini. Sebaliknya, tidak
ada yang lebih berat bagi jiwa yang tenteram selain beramal untuk selain Allah
dan mengikuti ajakan hawa nafsu. Padahal tidak ada yang lebih membahayakan
pelakunya daripada hal tersebut. Allah ta’ala berfirman:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ
بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf: 53)
Dari pintu
inilah syaitan selalu menggoda manusia. Karena bisikan jiwa akan melahirkan
keinginan dan tekad. Oleh sebab itu, siapa yang menjaga bisikan jiwanya niscaya
mampu mengendalikan diri dan mengekang hawa nafsunya. Sebaliknya, siapa yang
dikalahkan oleh bisikan jiwanya pasti akan tunduk kepada jiwa dan hawa
nafsunya. Bahkan barangsiapa yang meremehkan bisikan jiwa, maka bisikan
tersebut akan menggiringnya secara paksa menuju kebinasaan.
Ketiga: Ucapan
Cukuplah
sebuah hadis untuk menjelaskan kepada kita bahwasanya ucapan adalah pintu
terbesar yang dijadikan syaitan sebagai celah untuk menjebloskan manusia ke
dalam neraka.
Mu’adz radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amal perbuatan yang memasukkannya ke dalam surga dan
menjauhkannya dari neraka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan kepadanya perihal pokok semua urusan, penopangnya, serta
puncaknya. Setelah itu beliau bersabda: “Maukah kuberitahu mengenai penguat
sekaligus yang mengokohkan semua itu?” Mu’adz menjawab: “Tentu wahai
Rasulullah.” Maka Rasulullah memegang lisannya
kemudian berkata: “Tahanlah ini.” Mu’adz bertanya:
“Apakah kita
mendapatkan hukuman disebabkan apa yang kita ucapkan?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celaka engkau, wahai Mu’adz. Bukankah yang
menelungkupkan manusia di atas wajah-wajah atau hidung mereka (di neraka) adalah karena perbuatan lisan-lisan mereka?” (HR.
at-Tirmidzi)
Namun
kendati demikian besarnya akibat yang dibawa oleh perkataan, begitu banyak orang yang tidak memperhatikan apa yang di
ucapkan oleh lisannya.
Keempat: Langkah Kaki
Ketergelinciran
ada dua macam: ketergelinciran kaki dan ketergelinciran lisan. Salah
satunya didatangkan sebagai pasangan yang lain, sebagaimana pada firman Allah ketika menggambarkan kondisi hamba Allah dengan
keistiqomahan dalam ucapan dan langkahnya:
وَعِبَادُ
الرَّحْمَنِ الَّذِينَ
يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan
hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS.
al-Furqan:
63)
Oleh karena
itu, hendaknya seorang muslim menjaga langkah-langkah kakinya agar
tidak mudah terbawa dalam godaan dan rayuan syaitan. Ibnul Qayyim mengatakan: “Menjaga
langkah kaki dilakukan dengan cara tidak melangkahkannya
kecuali untuk perkara yang dapat mendatangkan pahala.”
Semoga Allah
ta’ala senantiasa menjaga kita dan menjauhkan kita dari segala
bentuk
kemaksiatan. Hanya di sisi-Nya lah hidayah dan taufik. ¶
Oleh: Agus Suranto
0 komentar:
Posting Komentar