Allah subhanahu wata’ala tidak menciptakan manusia begitu saja tanpa tujuan,
akan tetapi Allah menciptakan mereka dengan tujuan yang agung yaitu untuk beribadah hanya kepada-Nya. Dibebani dengan
perintah dan larangan, serta disiapkan tempat yang mulia
bagi hamba yang taat dan tempat yang hina bagi pendurhaka. Oleh
karena itu Allah memberikan nikmat yang sangat banyak sebagai
penunjang untuk melaksanakan perintah-perintah tersebut. Seperti hati, penglihatan, pendengaran, anggota yang sempurna, dan
lainnya. Semua nikmat itu pada akhirnya akan
diminta pertanggungjawabannya.
Kedudukan Hati
Kedudukan
hati dalam anggota tubuh ini bagaikan seorang raja yang mengatur segala
aktivitas organ. Ketika hati sehat maka aktivitas akan lancar, dan ketika sakit maka aktivitas tak akan lancar sebagaimana mestinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةٌ إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ
كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَْسَدُ كُلُّهُ
أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah bahwasanya di dalam jasad
ada segumpal daging, apabila sehat ia maka seluruh jasad
akan baik. Apabila rusak ia maka akan rusaklah jasad, ketahuilah segumpal
daging itu adalah hati”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Begitu pula
Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan hati yang bersih sebagai syarat agar manusia dimasukkan ke
dalam surga-Nya. Allah ta’ala berfirman:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ
مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak
laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati
yang bersih.” (QS. asy-Syu’ara’: 88-89)
Janji Iblis untuk Menjerumuskan Semua Manusia
Ketika musuh
manusia (Iblis) mengetahui akan urgennya hati dalam keselamatan jiwa seseorang,
sebagai tumpuan awal melakukan perbuatan, maka syaitan memusatkan perhatiannya
untuk menjerumuskan manusia dalam kehinaan melalui hatinya dengan
bisikan-bisikan. Serta menghiasinya dengan dusta-dusta sehingga manusia lalai
dan akhirnya masuk ke dalam pangkuannya. Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan
tentang janji syaitan untuk menjerumuskan manusia dari segala arah melalui
firman-Nya:
قَالَ فَبِمَا
أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16)
ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ
خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ
وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17)
“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari
jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan
dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. al-A’raf: 16-17)
Pembagian Hati
Hati manusia
berbeda-beda, ada yang lembut dan ada pula yang kasar. Sehingga Ibnu Qayyim rahimahullah membagi hati menjadi beberapa bagian, di antaranya:
Pertama: Hati yang sehat,
yaitu hati yang selamat dari segala bentuk penyelewengan ibadah kepada selain
Allah. Hati yang tujuannya hanyalah kepada Allah, kecintaannya tertuju dan
karena-Nya, anggota tubuhnya diserahkan kepada-Nya, segala aktivitasnya hanya
mengharapkan wajah Allah.
Kedua: Hati yang sakit, yaitu hati yang hidup akan tetapi mempunyai penyakit.
Ada kecintaan kepada Allah, keimanan kepada-Nya, ikhlas karena-Nya, akan tetapi
di samping cintanya kepada Allah dia pun terkadang menjadi budak hawa nafsu.
Cinta jabatan, kesombongan di dalam jiwanya, hasad, ujub yang mengakibatkan
kebinasaannya.
Ketiga: Hati yang mati, inilah hati yang tidak ada keimanan di dalamnya,
enggan beribadah kepada Allah, lebih mengutamakan hawa nafsu, tidak peduli
terhadap apa yang ia lakukan. Apakah yang ia lakukan disukai oleh Allah atau
bahkan dibencinya.
Ibnu Qayyim rahimahullah menambahkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah
menyebutkan pembagian hati menjadi tiga di dalam firman-Nya (artinya): “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu
seorang Rasul pun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai
sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu,
Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan
ayat-ayatNya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, agar Dia menjadikan
apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di
dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang
yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang
yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya al-Qur`an itulah yang hak dari Tuhanmu
lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah
adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.”
(QS. al-Hajj: 52-54)
Hati yang
sehat adalah hati yang mudah menerima kebenaran, cinta kepadanya. Hati yang
mati adalah hati yang enggan menerima kebenaran. Hati yang sakitnya sedang
parah karena kemaksiatan maka sulit baginya menerima kebenaran, dan ketika
membaik karena ibadah maka kebenaran akan diterimanya. Berbaur dengan orang
yang sakit hatinya, maka menyebabkan sakit. Berhubungan dengan mereka adalah
racun dan duduk bersamanya adalah kehancuran.
Tanda-tanda Hati yang Sehat
Abu Husein
al-Warraq rahimahullah berkata: “Hidupnya (sehatnya) hati adalah senantiasa menyebut Dzat yang
maha hidup, kehidupan yang menyenangkan adalah kehidupan yang hanya mengharap
wajah Allah.”
Di antara
tanda hati yang sehat menurut Ibnul Qayyim adalah:
Pertama: Tidak bosan berzikir kepada Allah, berkhidmat kepada-Nya, tidak mencari teman kecuali karena Allah semata.
Kedua: Jika kehilangan waktu ibadahnya, maka dia mendapatkan kesedihan melebihi orang yang kehilangan harta bendanya.
Ketiga: Senantiasa rindu untuk berkhidmat kepada Allah dengan ibadah, sebagaimana kebutuhan seorang yang lapar terhadap
makanan dan minuman.
Keempat: Apabila melaksanakan salat maka hilanglah kegundahan dan kegelisahan
mengenai dunianya. Ketika selesai dari salat maka mendapatkan ketenteraman
dan kebahagiaan dalam hatinya.
Kelima: Tujuan hidupnya senantiasa tertuju hanya kepada Allah.
Keenam: Sangat memanfaatkan waktunya, tidak dibiarkan lewat begitu saja
tanpa ada
manfaatnya.
Ketujuh: Kesungguhannya memperbaiki amal perbuatannya, senantiasa mengikhlaskan
niat kepada Allah, berbuat baik, dan selalu menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri teladan dalam segala aktivitasnya.
(Diringkas
dari kitab Ighasatu al-Lahfan, Ibnu Qayyim al-Jauziah)
Semakin kita
mengetahui besarnya pengaruh hati dalam kehidupan seorang hamba,
maka semakin bertambah keyakinan kita akan keagungan Allah subhanahu wa
ta’ala. Dan kita memohon kepada Allah agar senantiasa
menjaga hati kita dalam keimanan kepada-Nya, karena
Dialah Dzat yang maha membolak-balikkan hati. Sebagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengajarkan doa dalam sabdanya:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati
tetapkanlah hatiku dalam agamamu.”
(HR.
Tirmidzi) ¶
0 komentar:
Posting Komentar