UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , , , » Tawadhu' Kunci Keharmonisan Hidup Bermasyarakat & Kemenangan di Akhirat

Tawadhu' Kunci Keharmonisan Hidup Bermasyarakat & Kemenangan di Akhirat

Written By Unknown on Senin, 22 Juli 2013 | 17.08


Setiap insan pasti ingin merasa tenang, tenteram, dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat serta mendapatkan kemenangan di akhirat kelak. Untuk menggapai hal itu, dibutuhkan adanya berbagai usaha. Di antara usaha tersebut adalah hendaknya tiap individu bersifat tawadhu’ atau merendahkan diri. Dengan demikian insya Allah masyarakat akan bisa menggapai kehidupan yang tenteram dan harmonis serta akan mendapat kemenangan di akhirat. Lalu bagaimanakah sifat tawadhu’ itu? Apa saja keutamaannya dan bagaimana dampak baiknya terhadap masyarakat?. Dalam makalah ini kami akan mencoba menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Selamat membaca dan mudah-mudahan bermanfaat.

Islam Memerintahkan Umatnya untuk Tawadhu’

Islam adalah agama yang menghendaki adanya persatuan, persaudaraan, dan sikap menghargai antar manusia. Maka dari itu Islam mengajak umatnya kepada sifat-sifat terpuji dan melarang mereka dari sifat-sifat tercela. Di antara sifat terpuji tersebut adalah sikap tawadhu’ dan di antara sifat tercela adalah sombong. Allah bercerita tentang nasihat Luqman kepada anaknya, yang artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman (artinya): “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy-Syu’ara`: 215)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٌ

“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan hati sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berlaku zalim atas yang lain.” (HR. Muslim no. 2588)

Hakikat Tawadhu’

Hakikat tawadhu’ adalah tunduk kepada kebenaran dan menerimanya dari siapa pun datangnya, baik ketika ia suka ataupun duka. Merendahkan hati di hadapan sesamanya dan tidak menganggap dirinya berada di atas orang lain dan tidak pula merasa bahwa orang lain yang butuh kepadanya.

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah, seorang ulama terkemuka ditanya tentang tawadhu’, maka beliau menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepada-Nya serta menerimanya dari siapapun yang mengucapkannya.” (Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, Beirut: Darul Kutub al-Araby, jilid 2 hal. 314)

Tawadhu’ yang Dilarang

Bersikap tawadhu’ bukan berarti menghinakan diri di hadapan orang lain. Karena tawadhu’ adalah sikap yang tumbuh dari keilmuan seseorang terhadap Allah, nama-namaNya, sifat-sifatNya serta dari rasa pengagungan dan kecintaan kepada-Nya. Yang dengan hal itu seseorang bisa paham akan dirinya dan kelemahan-kelemahannya hingga tumbuh sikap tawadhu’, yakni ketundukan hati kepada Allah dan sikap lemah lembut serta kasih sayang terhadap orang lain. Tidak menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain tapi menganggap orang lain lebih utama darinya. Sikap ini hanya Allah berikan kepada orang-orang yang ia cintai dan muliakan.

Adapun sikap rendah diri adalah pengorbanan diri demi meraih kenikmatan syahwat belaka. Seperti ketawadhuan orang-orang rendahan dalam mendapatkan kenikmatan dunia semata. Seperti tawadhu’nya orang yang mengharapkan jatah duniawi dari orang lain. Hal semacam ini bukanlah tawadhu’ yang dicintai Allah. (Maushu’ah Nadhratunna’im fii Makarimi Akhlaq ar-Rasul al-Karim, Darul Wasilah, jilid 4 hal. 1256)

Keutamaan-keutamaan Tawadhu’

Sebagaimana sifat terpuji lainnya, tawadhu’ juga memiliki banyak keutamaan. Di antara keutamaannya adalah sebagai berikut.

1. Tawadhu’ merupakan ciri khusus orang beriman


Allah ta’ala berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” (QS. Al-Maidah: 54)

Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Inilah sifat-sifat orang beriman, yaitu dengan bersikap tawadhu’ kepada saudaranya seiman, dan bersikap keras kepada musuhnya, sebagaimana firman Allah ta’ala:

 مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّّارِ رُحَمَاءٌ بَيْنَهُمْ

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al-Fath: 29) (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur`an al-’Azhim, Riyadh: Maktabah Darus Salam, jilid 4 hal. 260)

2. Orang yang bersifat tawadhu’ akan diangkat derajatnya oleh Allah dan dicintai manusia


Sebagian orang tidak mau bersikap tawadhu’ karena beranggapan bahwa dengan bertawadhu’ akan menurunkan martabatnya di hadapan manusia hingga menjadikannya dibenci dan dijauhi oleh manusia. Ini adalah anggapan yang keliru atau mungkin anggapan seperti ini hanyalah alasan yang digunakan oleh orang-orang sombong dalam membenarkan kesombongannya. Karena sesungguhnya dengan bersikap tawadhu’, seseorang akan bertambah martabat dan wibawanya. Nabi bersabda: “Dan tidaklah seseorang bertawadhu’ karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588)
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang Allah angkat derajatnya, pasti akan dicintai manusia. Karena Allah meninggikannya di hati mereka. Seorang Arab pernah menasihati anaknya:

أَلِنْ جَانِبَكَ لِقَوْمِكَ يُحِبُّوْكَ وَ تَوَاضَعْ لَهُمْ يَرْفَعُوْكَ

“Berlemah lemah lembutlah kepada kaummu niscaya mereka akan mencintaimu, dan rendahkanlah hati terhadap mereka, niscaya mereka akan mengangkat derajatmu…” (Kitab Adab, Silsilah al-Lughah al-Arabiyah, Universitas Muhammad
Ibn Su’ud al-Islamiyah, jilid 4 hal 33)

3. Orang yang tawadhu’ akan masuk surga


Sikap tawadhu’ yang menumbuhkan akhlak-akhlak baik terhadap Allah dan makhluk-Nya, akan menjauhkan pelakunya dari sikap sombong dan angkuh yang menyebabkan seseorang terjatuh ke lembah neraka. Dengan demikian seseorang akan bisa masuk ke dalam surga. Allah ta’ala berfirman:
تِلْكَ الدَّارُ الْأَخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لَا يُرِيْدُوْنَ عُلُوًا فِيْ الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.” (QS. Al-Qashash: 83). Imam al-Qurthuby mengatakan: yang dimaksud dengan negeri akhirat pada ayat ini adalah surga. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Darul Kutub Al-Misriyah. jilid 6 hal 220)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الجنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau hanya sebutir atom.” (HR. Muslim no. 91)

Pengaruh Tawadhu’ terhadap Keharmonisan Hidup Bermasyarakat

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa sikap tawadhu’ sangat berpengaruh terhadap keharmonisan hidup bermasyarakat. Tidak hanya itu, ternyata tawadhu’ juga bisa menyebabkan seseorang meraih kemenangan, yakni masuk surga. Maka dari itu marilah kita berusaha untuk bersikap tawadhu’ dan tidak sombong. Sehingga dengan demikian kita bisa menggapai keharmonisan dalam hidup bermasyarakat dan bisa meraih surga-Nya. Amin ya Rabbal ‘Alamin. ¶

Oleh : Slamet Nur Raharjo


0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS