Islam merupakan agama yang mencintai
kebersihan, mengajarkan kepada pemeluknya untuk membersihkan diri, baik
bersifat materi, seperti kotoran yang menempel di tubuh ataupun yang bersifat
maknawi yaitu dosa dan kesyirikan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini
penulis ingin sedikit menerangkan perihal mandi, karena mandi merupakan bagian
dari pembahasan thoharoh (bersuci), dan salah satu syarat diterimanya
beberapa amal ibadah adalah suci dari najis dan hadas. Selamat menyimak.
Makna Mandi
Salah satu perkara yang harus diketahui oleh
setiap muslim adalah bersuci. Bersuci merupakan kunci dari diterimanya beberapa
amal ibadah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan
bahwa thoharoh (mandi atau wudhu) merupakan kunci salat (HR.
at-Tirmidzi), jadi salat tidak akan diterima tanpa bersuci terlebih dahulu.
Mandi secara bahasa adalah meratakan anggota
badan dengan air. Terkadang seseorang yang telah melakukan aktivitas dalam
kesehariannya merasakan letih dan loyo, dengan mandi ia dapat mengembalikan
kesegaran dan kebugarannya. Mandi yang merupakan kebiasaan ini dapat bernilai
ibadah dan berpahala di sisi Allah jika diniatkan untuk melaksanakan perintah
Allah dan mendapatkan kenyamanan dalam beribadah kepada-Nya. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
ﱭ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
ﱬ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. al-Baqarah: 222)
Suatu amalan yang dilakukan sebagai
kebiasaan jika diniatkan untuk beribadah kepada Allah, maka amalan kebiasaan
tersebut bernilai pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan
sesungguhnya bagi seseorang apa yang telah ia niatkan.” (HR. al-Bukhari)
Hal-hal yang Mewajibkan Mandi
Dalam pembahasan fikih telah dijelaskan penyebab yang
mewajibkan mandi, oleh karenanya alangkah baiknya jika kita mengetahui hal-hal
tersebut untuk kita amalkan dalam kehidupan kita. Di antara hal-hal yang
mewajibkan mandi adalah:
· Keluarnya mani, baik dalam keadaan tidur ataupun terjaga
Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
إِنَّمَا الـمَاءُ مِنَ الـمَاءِ
“Sesungguhnya air (mandi) disebabkan karena keluarnya air
(mani).” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Begitu pula riwayat dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha
bahwasanya Ummu Sulaim bertanya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُوْلَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِيْ مِنَ الْحَقِّ فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap
kebenaran. Apakah seorang wanita wajib mandi jika ia mimpi basah? Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Iya, jika ia melihat air (mani).” (Muttafaqun
‘alaihi)
Akan tetapi mandi yang diwajibkan bagi orang
yang terjaga (tidak tidur) disyaratkan jika disertai syahwat, jika keluarnya
mani tidak disertai syahwat (seperti karena disebabkan sakit atau kedinginan)
maka tidak mewajibkan mandi. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Jika keluarnya air mani (disertai syahwat/memancar)
maka mandilah janabah, dan jika keluarnya tidak disertai pancaran (dan syahwat)
maka tidak wajib mandi.” (HR. Ahmad)
Jika seseorang mimpi basah dan tidak
mendapatkan air mani tatkala terbangun, maka dia tidak wajib mandi. Akan tetapi
jika dia mendapatkan air mani walaupun dia tidak ingat telah mimpi basah maka
dia tetap diwajibkan mandi, karena sebabnya di sini adalah keluarnya mani.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau
berkata: “Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang yang mendapati basah di
celananya akan tetapi dia tidak ingat mimpi basah. Nabi bersabda: “Ia
mandi.” Beliau juga ditanya mengenai seseorang yang telah mimpi basah akan
tetapi dia tidak mendapatkan air mani di celananya, maka beliau menjawab: “dia
tidak wajib mandi.” (HR. at-Tirmidzi dan Abu Dawud). (al-Wajiz fii fiqh
as-Sunnah wa al-Kitab al-‘Aziz, Abdul ’Azhim Badawi, hal. 50)
· Hubungan badan antara suami istri
Di antara yang mewajibkan mandi bagi seseorang yang telah
berkeluarga adalah berhubungan badan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila sang suami telah duduk di antara empat cabang
(jimak), kemudian bersungguh-sungguh (dengannya), maka ia wajib mandi.” (Muttafaqun
‘alaihi)
· Orang kafir yang masuk Islam
Dalam al-Qur`an disebutkan bahwa orang kafir
adalah najis (at-Taubah: 28), sehingga apabila ia masuk Islam maka ia harus
mandi terlebih dahulu, setelah itu mengikrarkan dua kalimat syahadat.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Qois
bin ‘Asim ketika masuk Islam untuk mandi dengan air dan daun bidara. (HR.
at-Tirmidzi dan Abu Dawud)
· Kematian
Apabila ada seorang yang meninggal dunia,
maka salah satu kewajiban bagi yang masih hidup terhadap si mayit adalah
memandikannya, sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda perihal seorang yang meninggal ketika sedang ihram: “Mandikanlah ia
dengan air dan daun bidara.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Begitu pula ketika putri beliau Zainab radhiyallahu
‘anha meninggal, maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata
kepada para wanita: “Mandikan ia sebanyak tiga kali, lima kali atau tujuh
kali (siraman).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
· Berhentinya darah haid dan nifas
Jika seorang wanita telah selesai dari darah
haid atau nifas, maka ia wajib mandi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh
ibunda ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda kepada Fatimah binti Abi Hubaisy:
إِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِيْ الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِيْ وَصَلِّيْ
“Apabila haid menghampirimu maka tinggalkanlah salat, dan jika
haid telah berhenti, maka mandilah kemudian salatlah.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Demikianlah beberapa hal yang mewajibkan mandi bagi seorang
muslim, walaupun sebenarnya masih terdapat hal yang lain akan tetapi terdapat
perbedaan pendapat di antara para ulama di dalamnya, oleh karenanya penulis
cukupkan sampai di sini. Mudah-mudahan dengan mengetahui kewajiban-kewajiban
syariat, dapat menambah semangat kita dalam mengerjakan beribadah kepada Allah
subhanahu wa ta’ala. ¶
Oleh : Yusuf Solihin
0 komentar:
Posting Komentar