Siapapun dari kita pasti pernah marah.
Bahkan tak sedikit yang merasakan marah dan emosi yang sangat membara. Memang
tak dapat dipungkiri bahwasanya marah adalah tabiat yang tidak akan mungkin
luput dari manusia, karena marah merupakan hawa nafsu yang Allah telah tetapkan
ada pada diri setiap manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pun terkadang timbul rasa marah pada diri beliau. Disebutkan di dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahih-nya bahwa
Rasulullah mengatakan: “Aku ini hanya manusia biasa, aku senang sebagaimana
manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah.” (HR. Muslim)
Hadis tersebut menunjukkan bahwasanya
seorang yang paling mulia di atas muka bumi ini pun tidak luput dari sifat
marah. Namun perlu digarisbawahi, marahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentu marah yang terpuji, yaitu ketika syariat Allah subhanahu wa
ta’ala dilanggar dan tidak dijalankan oleh para sahabatnya. Hal ini juga
menjelaskan kepada kita semua bahwasanya Rasulullah merupakan manusia biasa
yang Allah turunkan wahyu kepada beliau.
Bersamaan dengan hal itu, apabila seseorang
bergejolak amarahnya bak bara api yang merah menyala-nyala lalu dia
meluapkannya, maka setan akan bersorak gembira melihat keadaan seperti ini.
Kemudian dengan mudah dia menancapkan taring-taringnya untuk menggoda orang
tersebut, lalu mengobarkan amarahnya, sehingga gelaplah mata dan hati orang
tersebut, lalu tidak menutup kemungkinan akan keluar dari lisannya perkataan
yang dapat merusak dirinya dan agamanya.
Namun apabila seseorang dapat menahan
amarahnya, menahan dirinya untuk menyelisihi hawa nafsunya, maka dia termasuk
golongan orang yang bertakwa dan termasuk golongan orang-orang yang kuat.
Karena orang yang kuat bukanlah orang yang bertubuh besar yang selalu menang di
setiap pergulatan, akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan
marahnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda berkenaan dengan hal tersebut:
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ،
إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Hakikat orang yang kuat bukanlah dengan pergulatan
(perkelahian), tetapi orang kuat yang sebenarnya adalah yang mampu
mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Allah subhanahu wa ta’ala juga telah
memuji orang yang ketika disakiti kemudian dia memaafkannya dan menggolongkan
orang tersebut kepada golongan orang-orang yang bertakwa. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan-mu
dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133–134)
Ketika kita dapat menahan amarah yang
bergejolak di hati, kemudian kita tidak melampiaskannya, maka berbagai hal yang
baik akan kita dapatkan, baik itu di dunia maupun di akhirat kelak.
Berikut beberapa hal yang akan diraih ketika
kita dapat menahan marah:
▶ Termasuk orang yang bertakwa kepada Allah
Seperti yang Allah tegaskan di dalam surat
Ali Imran ayat 133-134 di atas tentang orang-orang yang bertakwa yang Allah
telah siapkan bagi mereka surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Salah satu
dari mereka yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang
lain.
▶ Allah mencintainya lebih dari yang lain
Kenapa demikian? Karena orang yang dapat
menahan amarahnya adalah orang yang kuat dan Allah lebih mencintainya daripada
orang yang lemah. Dibawakan oleh Imam Muslim, bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh
Allah dari pada orang mukmin yang lemah”. (HR. Muslim)
Dan para ulama mengartikan makna kuat di
sini yaitu kuat dalam keimanan dan dalam mengendalikan hawa nafsunya.
▶ Allah akan memanggilnya di hadapan para hambanya dan menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai
Apa yang akan kita rasakan ketika kita dipanggil
oleh seseorang yang memiliki jabatan dan kemuliaan di depan khalayak ramai atas
prestasi yang telah kita raih? Tentu kita sangat bahagia karena orang tersebut
bangga terhadap apa yang telah kita lakukan, begitu juga di hari kiamat kelak,
dimana ketika umat manusia berkumpul, Allah akan memanggil orang yang dapat
menahan amarahnya walaupun sebenarnya dia dapat melampiaskan amarahnya
tersebut. Allah menyuruh orang tersebut untuk memilih bidadari surga yang ia
inginkan.
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَلَى رُءُوْسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِيْ أَيِّ الْحُوْرِ شَاءَ
“Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melampiaskannya,
maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai
kemudian Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya.” (HR.
Abu Dawud, at-Tirmidzi, dll., dihasankan oleh at-Tirmidzi dan al-Albani)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ﱭ فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ
وَلَا جَانٌّ (56)
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
(57) كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُﱬ
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di
dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya,
tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang
menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS.
ar-Rahman : 55-58)
Inilah tiga kebaikan yang akan diperoleh
oleh orang-orang yang dapat menahan amarahnya. Penyebutan tiga kebaikan ini
bukanlah sebuah pembatasan, akan tetapi karena keterbatasan ruang untuk
memaparkan secara detail keutamaan menahan amarah yang lainnya.
Sungguh apabila kita dapat menahan amarah,
maka pintu kebaikan akan selalu mengikuti setiap langkah kaki kita, kapan pun
dan di manapun kita berada. Akan tetapi sebaliknya, apabila kita selalu
melampiaskan hawa nafsu, lalu kita luapkan amarah dan emosi tersebut, maka itu
semua merupakan kunci segala keburukan. Imam Ja’far bin Muhammad berkata, “Melampiaskan
kemarahan adalah kunci segala keburukan.”
Semoga dengan tulisan ini, kita dapat
termotivasi untuk selalu mengontrol hawa nafsu dan bahkan melawannya. Karena
dengan demikian kita akan memperoleh kebaikan yang melimpah. ¶
Oleh : Eko Afza
0 komentar:
Posting Komentar