UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , , » Masalah dalam Hidup

Masalah dalam Hidup

Written By Unknown on Selasa, 14 Mei 2013 | 07.47




Saudaraku yang semoga selalu dirahmati Allah ta’ala, kita tahu betul bahwa Allah telah menentukan bagi setiap kita suasana perjalanan hidup dan bagaimana kelak hidup kita akan bermuara. Allah ta’ala berfirman:

ﱱ¯ ° ± ² ³ ´ µ

Kami telah menentukan di antara mereka penghidupan mereka di dunia ini.” (QS. az-Zukhruf: 32)
Maka harus kita pahami bahwa segala macam bentuk rezeki, penyakit, kesehatan, kematian, dan lainnya dengan segala bentuk lika-likunya telah diatur dan ditentukan oleh Allah ta’ala. Dia menjadikan sakit bagi siapa yang dikehendakinya sakit, menjadikan sehat bagi yang dikehendakinya sehat, demikian pula dengan kaya dan miskin, Allah ta’ala berfirman:

p o n  q 

“Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya.” (QS. al-A’raf: 54)

Oleh karena itu, jadikanlah diri kita untuk senantiasa ridha dengan ketentuan yang telah Allah tetapkan bagi kita dan janganlah kita sekali-kali mencela dan membenci takdir yang telah Allah ta’ala takdirkan.

Dengan demikian mari kita serahkan semua akhir perjalanan dari setiap ujian baik berupa kenikmatan atau musibah (karena kenikmatan dan musibah keduanya adalah ujian) yang kita hadapi kepada Allah ta’ala. Demikian pula dalam menyikapinya, kita harus senantiasa ingat kepada Allah, menyerahkan semua kepada-Nya, kita harus yakin bahwa semuanya merupakan kepastian sesuai dengan kehendak dan hikmah Allah. Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ

“(Ketahuilah) bahwa apa saja yang telah ditakdirkan untukmu maka tidak akan meleset darimu dan apa saja yang tidak ditakdirkan untukmu maka tidak akan pernah mengenaimu.” (HR. Ibnu Majah)

Barangsiapa yang mendambakan takdir Allah ta’ala akan selalu sesuai dengan apa yang dia inginkan, dia bagai si pungguk merindukan bulan (mustahil).
Allah ta’ala berfirman:
ﮡ  ﮢ  ﮣ  ﮤ  ﮥ  ﮦ  ﮧ  ﮨ  ﮩ  ﮪ  ﮫ    ﮬ     ﮭ  ﮮ  
ﮯ  ﮰ  ﮱ  ﯓ  ﯕ  ﯖ  ﯗ      ﯘ  ﯙ  ﯚ  ﯛ  العنكبوت: ١ - ٣

Aliif Laam Miim, apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguh­nya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. al-Ankabut: 1-3)

Demikianlah Allah ta’ala menyebutkan bahwa sudah merupakan konsekuensi bagi setiap siapa saja yang mengaku beriman akan mendapatkan ujian dari Allah ta’ala, maka janganlah kita terlalu larut terbawa dalam kesedihan ketika musibah menimpa kita, sedih merupakan hal yang wajar, namun menjadi tidak wajar jika sedih menjadikan kita lupa akan pertolongan Allah yang dekat, kita lupa bahwa semua telah ada yang mengaturnya, dan pasti hal itu akan berlalu, semuanya sudah merupakan konsekuensi yang pasti akan kita hadapi ketika kita telah mengikrarkan keimanan.

Bagaimana Seharusnya Menghadapi Masalah

Seorang Mukmin dengan ketakwaannya kepada Allah ta’ala, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, sehingga masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan keimanannya yang kuat kepada Allah ta’ala membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allah perlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya.
Dengan keyakinannya ini pula, Allah akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya:
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali dengan izin Allah. Barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. at-Taghabun: 11)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Maknanya, seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah ta’ala, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Allah akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.” (Tafsir Ibn Katsir)

Inilah sikap seorang Mukmin yang benar dalam menghadapi musibah yang menimpanya

Meskipun Allah ta’ala dengan hikmah-Nya yang Maha sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allah dalam menghadapi musibah tersebut. Dan tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang mukmin.

Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisab. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena, setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut.

Adapun orang-orang kafir, mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisab. Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan).
Sungguh Allah telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya:
ﮫ  ﮬ   ﮭ  ﮮ  ﮯ  ﮱ  ﯓ  ﯔ  ﯕ  ﯖ  ﯗ                 ﯘ  ﯚ  ﯛ  ﯜ  ﯝ  ﯞ  ﯟ  ﯡ  ﯢ  ﯣ   ﯤ  ﯥ  النساء:
١٠٤
”Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (QS. an-Nisa’: 104)
Jadi, orang-orang mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan, akan tetapi orang-orang mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allah.   
Oleh :  Nasihuddin al-Faruqi

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS