Bismillah. Segala puji hanyalah milik Allah semata. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga, sahabat dan orang yang senantiasa menapaki jalannya hingga hari kiamat.
ANJURAN BERGAUL DENGAN ORANG BAIK
Ketahuilah bahwasanya Allah azza wa jalla berfirman:
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah
Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu sangat melewati batas.” (QS. al-Kahfi: 28)
Allah ta’ala Sang Maha Pencipta manusia pasti lebih paham akan keadaan makhluk-Nya dibanding manusia itu sendiri. Ia ciptakan manusia dalam keadaan lemah, bodoh, tergesa-gesa dan mudah berkeluh kesah.
Manusia adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan bantuan orang lain, padahal karakter manusia itu berbeda-beda, sehingga wajar dan pantas tatkala ia berbaur dengan masyarakat banyak, ia harus menyesuaikan diri dengan adat istiadat masyarakat setempat. Dan sudah lumrah andaikata ia mudah terpengaruh oleh suasana dan keadaan di sekelilingnya.
Maka Allah Sang Maha Pencipta syariat memerintahkan orang-orang beriman untuk senantiasa bersama dan bergaul dengan orang-orang baik demi menjaga keimanan mereka, sebagaimana firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. at-Taubah: 119
Di dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’la tidak mencukupkan dengan perintah bertakwa saja, namun Ia pun memerintahkan mereka untuk senantiasa menyertai orang-orang yang benar lagi jujur sebagai sarana melestarikan keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menuturkan:
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik dengan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi bisa memberimu atau kamu membeli darinya, atau kamu mendapatkan wanginya. Sedangkan seorang pandai besi bisa membuat pakaianmu terbakar, atau kamu mendapat bau yang tidak sedap.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Kebutuhan manusia akan lingkungan yang baik, laksana kebutuhan tanaman akan tanah yang subur. Manakala tanah itu bagus, cukup kandungan unsur haranya, suhunya cocok dan airnya cukup, maka tanaman tersebut akan bersemi, tumbuh berkembang dan berbuah sesuai yang diharapkan.
Namun bila tanah tersebut tandus, suhunya tidak cocok dan airnya tidak stabil, maka tanaman tersebut tidak akan berkembang dengan baik dan tidak akan menghasilkan buah sesuai dengan yang didambakan, bahkan tanaman itu bisa mati karenanya.
Maka selayaknya kita mencari lingkungan yang baik, teman yang shalih yang bisa mendukung kita untuk selalu istiqomah dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah azza wa jalla.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seseorang itu tergantung kepada kepribadian teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang diantara kalian melihat siapa yang dijadikan teman karibnya.” (HR. at-Tirmidzi)
Interaksi sosial itu apabila dibangun di atas kemaksiatan, maka para pelakunya sama-sama akan mendapatkan dosa dan murka dari Allah ta’ala.
Jika dibangun di atas dasar keduniaan belaka, maka para pelakunya tidak akan mendapatkan apa-apa. Akan tetapi jika hubungan tersebut dibangun di atas kecintaan dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka hubungan yang seperti ini sangat dianjurkan oleh syariat dan pelakunya berhak mendapatkan kecintaan, keridhaan dan pahala yang melimpah dari Allah azza wa jalla serta berhak mendapatkan keutamaan baik di dunia maupun di akhirat.
a). Mendapat cinta Allah.
Allah ta’ala berfirman dalam hadits Qudsi:
“Berhak mendapatkan cintaku orang-orang yang saling mencintai karena aku, berhak mendapatkan cintaku orang-orang yang saling menasihati karena aku, berhak mendapatkan cintaku orang-orang yang saling mengunjungi karena aku, berhak mendapatkan cintaku orang-orang yang saling memberi karena aku, mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya.” (HR. Malik, Ahmad dan
Ibnu Hibban)
b). Merasakan manisnya iman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang ingin merasakan nikmatnya iman, hendaklah dia mencintai saudaranya dan dia tidak mencintainya kecuali karena Allah.” (HR. Ahmad dan Hakim)
Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tiga perkara yang apabila terdapat pada seseorang niscaya ia akan merasakan manisnya iman: (yaitu) apabila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, ia mencintai seseorang yang tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, ia benci untuk kembali pada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran sebagaimana ia benci untuk dilempar ke dalam neraka.” (HR. Bukhori dan Muslim)
c). Allah akan memuliakannya.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
“Tidaklah seorang hamba mencintai hamba lain karena Allah, melainkan Allah akan memuliakannya.” (HR. Ahmad)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah, melainkan orang yang paling dicintai Allah di antara keduanya adalah yang paling besar kecintaanya kepada saudaranya.” (HR. Bukhari)
d). Senantiasa mendapatkan kebaikan yang tak terhingga.
Ketika seseorang bergaul dengan orang yang shalih, maka ia akan senantiasa menyaksikan ketulusan hati, amal-amal kebaikan, kejujuran dalam bermuamalah, bantuan dan motivasi, mendengarkan untaian nasihat- nasihatnya dan ia akan menuntunnya untuk sama-sama beramal shalih sepertinya, lebih-lebih kalau ia bergaul dengan ulama, selain akan mendapatkan kebaikan di atas, ia pun akan senantiasa meneguk madunya ilmu, arahan dan qudwah hasanah dalam segala kebaikan.
Alangkah beruntungnya mereka yang menghabiskan masa hidupnya di bawah bimbingan ulama, jauh dari kebodohan, terbebas dari syubhat yang mengitarinya atau syahwat yang siap memangsanya, selalu mendahulukan kepentingan saudaranya daripada diri dan keluarganya, dan mereka adalah para sahabat beserta nabinya. Semoga kita termasuk bagian dari mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang itu tergantung kepada kepribadian teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang diantara kalian melihat siapa yang dijadikan teman karibnya.” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan Abu Dawud)
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina muhammad wa’ala alihi washohbihi
wasallam. Bersambung insyaAllah.
[Ahmad Wafiy Bambang Prasetyo]
0 komentar:
Posting Komentar