UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , , , » AGAR IBADAH BISA LEBIH KHUSYU’

AGAR IBADAH BISA LEBIH KHUSYU’

Written By Unknown on Rabu, 13 Februari 2013 | 07.55



Segala puji hanya milik Allah. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang meniti jalan beliau dengan baik. Wa ba’du, Pada beberapa waktu lalu, Buletin al-Iman telah mengetengahkan tulisan singkat seputar khusyu’ yang berjudul Pengaruh Khusyu’ terhadap Ibadah, dan pada kesempatan kali ini Kami akan membahas beberapa sarana yang dapat digunakan seorang hamba agar ibadahnya bisa lebih khusyu’ lagi. Selamat menyimak.

1). Mengenal Allah ‘azza wa jalla dengan mengenal nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi lagi mulia.

Ketahuilah! bahwasanya khusyu’ yang ada di dalam hati berbeda-beda, tergantung perbedaan pengetahuan hati terhadap objek yang ditakuti, sebagaimana tergantung perbedaan kesaksian hati terhadap sifat-sifat Allah yang dapat menumbuhkan kekhusyu’an.

Mengenal Allah ‘azza wa jalla merupakan penyebab paling penting dan paling agung, dengannya hati menjadi bersinar dan anggota badan menjadi tentram. Mengetahui nama- nama Allah ta’ala dan sifat-sifat-Nya akan menumbuhkan sikap mengagungkan Allah di dalam hati, selalu merasa diawasi oleh-Nya dan merasa selalu bersama-Nya. Oleh karena itu Allah jalla wa ‘ala berfirman:

“Maka ketahuilah bahwasanya tidak ada Tuhan yang haq kecuali Allah.” (QS.Muhammad: 19)
‘Ilmul yakin dengan la ilaha illallah akan membuahkan ketaatan di dalam hati, ketentraman, tunduk dan patuh di setiap waktu. Orang mukmin akan mengetahui Allah dengan keyakinannya terhadap keberadaan Allah, kebersamaan dan kedekatan-Nya, pendengaran dan penglihatan-Nya. Firman-Nya jalla wa ‘ala:

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hadid: 4)

Di antara manusia ada yang bisa khusyu’ karena pengetahuannya yang kuat akan kedekatan Allah terhadap dirinya, akan rahasia-Nya yang menumbuhkan rasa malu kepada- Nya, dan merasa mendapatkan pengawasan dalam setiap gerakan atau ketika diam.
Dari mereka ada juga yang bisa khusyu’ karena pengetahuannya bahwa Allah ta’ala mempunyai sifat kesempurnaan dan keindahan, yang menuntutnya untuk cinta dan rindu ingin berjumpa dengan Allah dan melihat-Nya.
Dan ada juga yang khusyu’ karena pengetahuannya bahwa Allah sangat keras hukuman, balasan, dan siksa-Nya, sehinga mununtut dirinya untuk takut kepada Allah al-‘Aziz al-Hakim. Maka orang yang paling bahagia adalah yang mampu menghimpun beberapa hal tersebut dalam hatinya, sehingga ia akan menemukan manisnya iman yang akan membawanya kepada kekhusyu’an, ketenangan, dan ketentraman.

2). Berilmu.

Maksud ilmu di sini adalah ilmu agama, ilmu yang diwariskan oleh para Nabi dan Rasul ‘alaihimussholatu wassalam, ilmu yang dapat menyelamatkan pada hari perhitungan dan pembalasan, karena tidaklah seorang Rasulpun kecuali diutus dengan ini, tidak ada Nabi pun yang diutus untuk mengajar ilmu fisika, geografi, teknologi dan sejenisnya.
Imam as-Sya’bi rahimahullah pernah dipanggil oleh seseorang: “Wahai ‘Alim (orang yang berilmu).!! Namun beliau menjawab: “‘Alim yang sebenarnya ialah yang hanya takut kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28)

Ayat ini menuntut bahwa setiap orang yang takut kepada Allah ‘azza wa jalla dialah orang ‘alim. Karena tidak ada yang takut kepada Allah kecuali orang ‘alim, sebagaimana Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Cukuplah bagi seseorang dikatakan berilmu bila ia takut kepada Allah. Sebaliknya, cukup bagi seseorang dikatakan bodoh bila ia seorang yang terperdaya.”

Kenyataan di zaman ini, ada orang yang mengaku ulama, sedangkan kebanyakan manusia tidak mengetahui siapa itu ulama? Walaupun nampak secara lahiriyah bahwa mereka adalah ulama dan mengetahui banyak perkara, namun nyatanya ilmu mereka hanya ada di permukaan saja yang hanya bertalian dengan kehidupan lahiriyah saja, tidak sampai kepada hakikat kehidupan dunia yang fana ini. Mereka hanya pengumpul berbagai informasi dan mereka bukanlah ulama yang hakiki. Allah ta’ala berfirman:

“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. ar-Rum: 6-7)

3). Mentadabburi al-Qur’an.

Tidak diragukan lagi bahwa al-Qur’an adalah penyembuh yang agung dan obat yang mujarab bagi manusia. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Dan Kami turunkan dari al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-Isra`: 82)

Adapun metode dalam pengobatannya, yaitu dengan cara merenungi dan mentadabburinya. Hakekat tadabbur ialah seorang muslim membaca kitabullah dengan merenungi dan memikirkannya, memperhatikan dan menghadirkan hati. Merenungi apa yang diberitakan beserta nasehat-nasehatnya, perintah dan larangannya, hukum dan ayat-ayatnya.

Serta berkeinginan kuat untuk mengamalkan apa-apa yang diperintahkan, mencegah diri dari yang dilarang, dan mengambil pelajaran dari nasehat dan berita-berita tersebut. 
Disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Muslim, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mentadabburi al-Qur’an dan mengulang-ulang bacaannya ketika eliau sedang melaksanakan sholat malam. Sampai-sampai di suatu malam, beliau terus mengulang-ulang bacaan satu ayat al-Qur’an dalam sholatnya hingga menjelang (fajar). (HR.Ahmad 4/149)

Ayat yang dimaksud ada di dalam surat al-Ma`idah ayat 118. Firman-Nya:

“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Ma`idah: 118)
Al-Qur’an diturunkan sebagai pedoman hidup manusia, untuk dibaca, direnungkan dan diamalkan isi kandunganya. Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung memerintahkan manusia untuk merenungi nasehat-nasehat al-Qur’an. Dia menjelaskan bahwasanya tidak ada alasan baginya untuk meninggalkan tadabbur. Sebab seandainya al-Qur’an ini disampaikan kepada gunung, niscaya anda akan melihatnya tunduk karena khusyu’ dan hancur lebur karena takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Sebagaimana firman-Nya:

“Sekiranya Kami turunkan al-Qur`an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan- perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. “ (QS. al-Hasyr: 21)
Demikian pula hati yang terbuka mau menerima al-Qur’an dengan gemetar dan perasaan yang sangat mendalam, maka kulitpun menjadi merinding karenanya. Kemudian jiwa menjadi tenang dan hati menjadi bersahabat dengan al-Qur’an ini, lalu kulit dan hati mereka menjadi lembut tentram dengan mengingat Allah, lapang dan berbunga karenanya.

4). Berdzikir kepada Allah ta’ala.

Dzikir merupakan penerang bagi hati dan penyembuhnya. Dia adalah ruhnya amal. Allah Rabbul A’lamin telah memerintahkan hamba-Nya untuk berdzikir kepada-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya.” (QS. al-Ahzab: :1)
Orang yang banyak berdzikir dijanjikan keberuntungan, “Dan berdzikirlah kepada Allah yang banyak supaya kalian beruntung.” (QS. al-Jumu’ah: 10)

Dan dzikir itu lebih besar dari segala sesuatu, “Dan sesungguhnya berdzikir kepada Allah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain)”. (QS. al-‘Ankabut: 45)

Cukuplah bagi kita apa yang dikatakan oleh Dzat yang membolak-balikan hati:

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra’du: 28)
Manfaat dzikir itu tidak terbatas, sebagaimana yang dibahas oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya yang sangat berharga al-Wabilush Shayyib. Silahkan para pembaca merujuk ke sana.

KHUSYU’NYA ULAMA SALAF

Bisyar bin Mundzir rahimahullah berkata:” Saya melihat al-Auzai’ seperti orang buta karena saking khusyu’nya. Ia selalu menghidupkan malamnya dengan sholat, tilawah al-Qur`an dan menangis. Ketika ibunya memeriksa tempat sholatnya, ia mendapatinya basah karena linangan air mata anaknya.” (as-Siyar 7/119-120)

Diriwayatkan dari Usamah rahimahullah: “Orang yang pernah melihat Sufyan ats- Atsauri akan melihatnya seperti orang yang berada di atas bahtera yang takut tenggelam. Dan engkau akan sering mendengar ucapannya: Wahai Rabb-ku! Selamatkan aku, selamatkan aku (dari adzab-Mu)!” (al-Hilyah 2/367)

Begitulah kondisi ulama salaf. Mereka seperti itu, karena sangat takutnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sekarang silahkan renungkan dan pikirkan, alangkah jauhnya kita dari sifat baik mereka. Maka mari kita berusaha mencontoh mereka, karena mereka adalah teladan bagi kita setelah para Nabi dan Rasul ‘alihimusholatu wassalam.

Mudah-mudahan Allah mencurahkan taufiq-Nya kepada kita semua agar kita bisa beramal dengan penuh kekhusyu’an, sehingga kita dapat merasakan manisnya ibadah dan iman. Amin.
[Oleh: Ahmad Taufik]

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS