UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , , » KAPAN KITA BERBAKTI SEPERTI MEREKA?

KAPAN KITA BERBAKTI SEPERTI MEREKA?

Written By Unknown on Kamis, 14 Februari 2013 | 08.15




Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa berbakti kepada kedua orang
tua hukumnya adalah wajib. Begitu banyak ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dengan tegas memerintahkan kita untuk
berbakti kepada keduanya. Pada kesempatan kali ini, kami akan ketengahkan
beberapa gambaran para ulama salaf dalam berbakti kepada kedua orang tua. Selamat
menyimak. Wa billahi at-taufiq.

WAJIBNYA BERBAKTI DAN HARAMNYA DURHAKA

Allah ta’ala memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua. Allah
berfirman mengenai wajibnya berbakti kepada keduanya: “Dan Rabb-mu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah: “Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku sewaktu kecil.” (QS. al-Isra`: 23-24)

Silahkan baca juga surat an-Nisa` ayat 36, Luqman ayat 14-15, al-Ankabut ayat 8,
al-Ahqaf ayat 15-20, dan al-Baqarah ayat 215.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah ta’ala
mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Tidak akan masuk surga anak
yang durhaka (kepada orang tuanya).” (ash-Shahihah, no. 675)

GAMBARAN BAKTI SALAFUSH SHALIH

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu

Dari Abu Murrah Maula Ummu Hani` binti Abu Thalib, bahwasanya ia pernah
bersama Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuju kampungnya di al-’Aqiq. Apabila
masuk halaman rumahnya ia berteriak: “’Alaikissalam warahmatullahi wa barakatuhu,
wahai bunda.” Ibunya pun menyambut: “Wa ‘alaikissalam wa rahmatullahi wa
barakatuhu.”

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Semoga Allah merahmatimu
sebagaimana engkau telah mendidikku sewaktu kecil.” Ibunya berkata: “Demikian pula
engkau wahai ananda, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan meridhaimu
sebagaimana engkau berbakti kepadaku setelah dewasa.”  (HR. al-Bukhari di al-Adab
al-Mufrad, no. 14, al-Albani berkata: Hasan isnadnya)

Dan di antara bakti Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu kepada ibunya adalah,
antusias beliau agar ibunya dapat memeluk agama Islam, yang mana sebelumnya
ibunya bergelimang dengan kesyirikan, dan doa beliau agar ibunya dicintai oleh kaum
mukminin.

Ia bercerita: “Dahulu aku mengajak ibuku untuk masuk Islam ketika ia masih
berbuat kesyirikan. Dan pada suatu hari aku mengajaknya, tapi ia berbicara tentang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ucapan yang aku benci, maka itu aku
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menangis.

Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah mengajak ibuku
untuk masuk Islam, namun ia enggan menerima ajakanku. Dan pada hari ini aku
mengajaknya lagi, tapi dia malah berkata tentangmu dengan ucapan yang aku tidak
sukai, maka itu doakanlah agar ibu Abu Hurairah mendapat hidayah.” Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: “Ya Allah, bukakanlah pintu hidayah bagi ibu Abu
Hurairah.”

Lalu aku keluar dengan senang hati lantaran doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika datang aku langsung mendekati pintu rumahku yang masih tertutup, dan ibuku
mendengar suara langkah kakiku, ia berkata: “Tetaplah di situ, wahai Abu Hurairah.”
Dan aku mendengar kucuran air. Ia melanjutkan: “Ternyata ibuku mandi, kemudian ia
mengenakan baju kurung dan memakai jilbab, lalu membuka pintu. Ia berkata: “Wahai
Abu Hurairah, aku bersaksi bahwa tiada ilah yang hak kecuali Allah, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.”

Ia berkata: “Aku pun langsung kembali menemui Rasulullah sambil menangis
karena saking bahagianya. Aku berkata: “Ya Rasulullah, kabar gembira bagimu,
sungguh Allah telah mengabulkan doamu dan Dia telah memberi hidayah kepada
ibu Abu Hurairah.” Lalu beliau memuji dan menyanjung Allah dan berkata dengan
perkataan yang baik. Aku berkata lagi: “Wahai Rasulullah, memohonlah kepada Allah
untuk menjadikan aku dan ibuku dicintai oleh hamba-hamba-Nya yang beriman dan
menjadikan mereka dicintai oleh kami.”

Maka beliau berdoa: “Ya Allah, jadikanlah hamba-Mu ini –yakni Abu Hurairah–
dan ibunya dicintai oleh hamba-hamba-Mu yang beriman dan jadikanlah mereka
dicintai olehnya.”

Tidaklah diciptakan seorang mukmin yang mendengar tentang diriku meskipun ia
tidak melihatku kecuali ia pasti mencintaiku. (HR. Muslim no. 2491, dll.)

Iyas bin Mu’awiyah rahimahullah

Tatkala ibunya meninggal dunia ia menangis. Seseorang bertanya kepadanya: “Apa
yang membuatmu menangis?” Ia menjawab: “Sebelumnya aku mempunyai dua pintu
yang terbuka untuk menuju surga, dan sekarang salah satunya telah tertutup.”

Abu Hanifah rahimahullah

Suatu ketika ibunda Abu Hanifah bersumpah dengan suatu sumpah lalu ia
melanggarnya. Lalu ia meminta fatwa kepada Abu Hanifah dan beliaupun berfatwa
untuknya.

Ibunya berkata: “Aku tidak ridha kecuali dengan fatwa Zur’ah al-Qash.” Kemudian
Abu Hanifah membawa ibunya untuk menemui Zur’ah. Zur’ah berkata kepada Ibu
Abu Hanifah: “Apakah aku berfatwa untukmu, sedangkan engkau bersama ahli fikih
kota Kuffah (yakni Abu Hanifah)?!” Abu Hanifah berkata kepadanya: “Berilah fatwa
kepadanya dengan demikian dan demikian.” Lalu Zur’ah memberi fatwa kepada ibunya
dan akhirnya ia ridha dengan fatwa itu.
Abu Yusuf, sahabat Abu Hanifah pernah berkata: “Aku pernah melihat Abu Hanifah
membawa ibunya di atas keledai menuju majlis Umar bin Dzar sebab ia disuruh ibunya
untuk bertanya sesuatu kepadanya.”

Manshur bin al-Mu’tamar rahimahullah
Muhammad bin Bisyr as-Sulami rahimahullah pernah berkata: “Tidak ada seorang
pun di kota Kuffah yang lebih berbakti kepada ibunya dari pada Manshur bin al-
Mu’tamar dan Abu Hanifah, dahulu Manshur biasa membelai rambut ibunya dan
mengepangnya.”

Ibnu Asakir rahimahullah
Imam Ibnu Asakir rahimahullah pernah ditanya perihal keterlambatannya ketika
datang ke kota Asfahan, beliau menjawab: “Ibuku tidak mengizinkanku.”

Haywah bin Syuraih rahimahullah
Pernah pada suatu hari beliau duduk di majelis taklim untuk mengajar para
hadirin, tatkala itu ibunya berkata: “Bangkit ya Haywah, beri makan ayam kita dengan
gandum ini.” Lalu beliau berdiri dan meninggalkan ta’lim tersebut (untuk memberi
makan ayam karena menaati perintah ibunya).

Imam adz-Dzahabi rahimahullah
Beliau pernah bercerita tentang dirinya yang sedang belajar qiro’ah kepada
gurunya, Syaikh al-Fadhili. Beliau berkata: “Ketika Syaikh al-Fadhili wafat, sementara
aku belum menyelesaikan qiro`ahku, maka akupun sangat sedih. Tapi kemudian ada
yang mengabarkan bahwa ada Abu Muhammad al-Makin al-Asmar yang tinggal di
Iskandariyah, dan bahwasanya riwayat beliau lebih tinggi dari pada al-Fadhili, maka
itu adz-Dzahabi berkata: “Aku lebih sedih dan menyesal lagi lantaran tidak bisa
menemuinya, sebab ayahku tidak mengizinkanku untuk safar ke kota itu.” (Disarikan
dari kitab Birr al-Walidain Adab wa Ahkam karya Khalid al-Kharraz dan Ma’alim fi
Thariq Thalab al-’Ilmi karya Abdul Aziz as-Sadhan)
| Oleh : M. Sulhan Jauhari |

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS