Berputarnya masa dan roda kehidupan yang tertata rapi dan teratur merupakan tanda kekuasaan Sang Pencipta, Pencipta kehidupan dan kematian, Pengatur jagat raya dan seluruh isinya. Semua itu merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya, yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang berakal, yang mau memikirkan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (QS. Ali ‘Imran (3): 190-191)
FENOMENA MEMILUKAN DI PERGANTIAN TAHUN
Menjelang tahun baru, orang-orang biasanya menggelar berbagai macam pesta kemaksiatan. Di antara mereka begadang untuk menunggu jam 00.00 tiba. Apabila telah tiba, mereka serempak meniup terompet, pesta kembang api pun semakin meriah, pawai sepeda motor sehingga memenuhi jalan-jalan dengan mengeraskan suara knalpot yang memekakkan telinga. Banyak pula di antara mereka yang memeriahkan panggung-panggung hiburan, konser-konser musik yang digelar di berbagai tempat. Kegiatan-kegiatan tersebut dibutuhkan dana yang tidak sedikit, namun para penggemarnya tidak keberatan mengeluarkan dana untuk berlangsungnya peringatan tersebut.
Campur baur laki-laki dan perempuan, pacaran, dan asap rokok ikut memeriahkan tahun baru. Perayaan pun semakin meriah dengan hadirnya televisi dan radio yang turut serta memeriahkannya dengan menghadirkan acara-acara menarik bagi penggemarnya. Bahkan pusat-pusat perbelanjaan juga berlomba- lomba mengobral diskon secara besar-besaran, sehingga membuat kebanyakan orang terbuai dan hanyut terbawa arus. Anehnya, tidak sedikit dari kalangan kaum muslimin ikut-ikutan dalam merayakan tahun baru yang merupakan bagian dari ibadahnya orang-orang non Islam, baik pada tahun baru masehi ataupun tahun baru hijriyah.
Seorang muslim yang memiliki kecemburuan besar terhadap agamanya tentu tidak setuju dengan adanya kemungkaran-kemungkaran, dan tentu tidak setuju bila hal itu sampai terjadi pada keluarganya. Oleh karena itu, perlu ditanamkan sikap yang tepat lagi sesuai dengan syariat dalam menghadapi kemilaunya (meriahnya) tahun baru agar tidak larut dalam biasnya kehidupan akhir zaman yang penuh dengan fitnah.
SIKAP ORANG BERIMAN
Di antara sikap yang harus dilakukan oleh seorang muslim yang benar-benar beriman dalam menghadapi kemilaunya kehidupan, terutama di tahun baru adalah sebagai berikut:
Pertama: Ingat bahwa kiamat kian mendekat
Ketika seorang muslim memasuki tahun baru, ia akan ingat bahwa itu berarti semakin dekatnya akhir masa hidupnya di dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Umur-umur umatku adalah antara 60 sampai 70 tahun.” (HR. at-Tirmidzi, no. 3473)
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita menyadari bahwa hidup kita saat ini pada hakikatnya sedang menjalani sisa-sisa usia kita, sehingga tumbuh semangat pada diri kita untuk mengisi sisa usia tersebut dengan berbagai amal yang akan mengantarkan kita kepada keridhaan dan surga Allah subhanahu wa ta’ala.
Keselamatan dan kecelakaan seseorang di akhirat sangat ditentukan dengan apa yang dilakukan sewaktu hidup di dunia, terutama dalam sisa usianya. Bila kebaikan yang dilakukan, ia memperoleh husnul khotimah (akhir kehidupan yang baik) yang akan mendatangkan kebaikan baginya di akhirat. Sebaliknya, bila di sisa usianya sampai kematian datang diisi dengan keburukan, ia termasuk orang yang mendapatkan su'ul khotimah (akhir kehidupannya buruk) yang akan menjadikan dirinya menderita.
Kedua: Mengingkari kemungkarannya
Sebagai seorang yang beriman ketika melihat kemungkaran-kemungkaran yang ada pada peringatan
tahun baru ataupun selainnya, tentunya mereka harus berusaha sekuat tenaga mengingkari kemungkaran-kemungakaran yang ada sebatas kemampuannya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran hendaknya merubah dengan tangannya, apabila tidak mampu hendaknya merubah dengan lisannya, apabila tidak mampu hendaknya mengingkari dengan hatinya, dan yang demikian itu (mengingkari dengan hatinya) merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Ketiga: Memperbanyak amal yang bermanfaat.
Bertambahnya tahun menandakan bahwa jatah usia seorang semakin berkurang, sehingga akan semakin menyadarkan umat Islam terhadap pentingnya memanfaatkan waktu dengan mengejakan sesuatu yang bermanfaat baginya, baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ia pun akan menjauhkan diri dari perkara-perkara yang sia-sia dan memudaratkan dirinya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. al-Mu’minun (23): 1-3)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali 'Imran (3): 133)
Keempat: Menghindari Tasyabbuh (Menyerupai non Muslim)
Seorang muslim tidak akan mudah dipengaruhi oleh bujuk rayuan kemungkaran yang ada pada perayaan tahun baru. Mereka tidak akan mengikuti ataupun meniru-niru budaya dan tata cara beribadah yang berasal dari luar Islam, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud no. 3512 & at-Tirmidzi no. 2619)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menegaskan dalam banyak haditsnya tentang keharusan menyelisihi kaum non muslim; kaum musyrikin dan ahli kitab dalam ritual ibadah, adat kebiasaan, hari raya, peringatan-peringatan, pakaian, dan berbagai hal lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam enggan dan menolak terompet untuk digunakan sebagai alat
memanggil shalat karena itu adalah perbuatan Yahudi, dan menolak lonceng karena itu adalah ciri khas kaum Nasrani. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan kepada orang-orang Islam laki-laki untuk memelihara jenggot dan merapikan kumis karena kaum Majusi mencukur jenggot dan memanjangkan kumisnya, dan berbagai hal lainnya.
Kelima: Menghindari sifat boros
Dikala tidak sedikit orang yang membelanjakan hartanya untuk membeli kebutuhan tahun baru, seperti terompet, kembang api, dan lain sebagainya, seorang muslim tidak akan menggunakan hartanya dalam berbuat kemungkaran ataupun kezaliman. Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara- saudara syaitan.” (QS. al-Isro’: 26-27)
Berkaitan dengan penafsiran ayat ini, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu
anhuma mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.”
Qotadah rahimahullah berkata, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah
dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim)
Semoga pembahasan yang singkat ini bermanfaat bagi penulis dan bagi para pembaca sekalian, sehingga pergantian tahun (baik masehi maupun hijriyah) tidak kita warnai dengan kezaliman dan kemungkaran. Justru yang kita harapkan adalah kebaikan dan perbaikan yang muncul dari amalan amalan yang sesuai syariat, seperti amar ma'ruf nahi mungkar, maraknya shalat berjamaah, dan lain sebagainya dari amalan-amalan yang sesuai syariat. Amin.
Oleh: Abu Hisyam Liadi
0 komentar:
Posting Komentar