UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , » KEWAJIBAN MENGAGUNGKAN SUNNAH NABI

KEWAJIBAN MENGAGUNGKAN SUNNAH NABI

Written By Unknown on Rabu, 13 Februari 2013 | 08.50



Telah kita ketahui bersama bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi
kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab petunjuk beliau merupakan
wahyu dari Allah ta’ala dan termasuk sumber hukum Islam yang menjadi pelita
penerang bagi manusia yang mengikutinya.
Sumber hukum Islam terdapat pada dua hal, al-Qur`an dan as-Sunnah. Sunnah
inilah yang merupakan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan keduanya
wajib dijadikan pegangan dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian sesuatu yang bila kalian
berpegang teguh dengannya niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya; yaitu
kitabullah dan sunnah nabi-Nya. (Hadits shohih. Shohih at-Targhib wa at-Tarhib, no.
40)

Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dijadikan sebagai pegangan
hidup para sahabat dahulu. Mereka selalu berjalan di atas Sunnah, taat dan patuh
dengan perintah yang ada di dalamnya. Mereka begitu mengagungkan sunnah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjaga dan membelanya hingga rela mempertaruhkan
jiwa dan raga. Bila melihat seseorang yang menyelishi Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam baik sengaja atau tidak, mereka langsung bersikap tegas kepadanya. Dengan
demikian mereka menjaga kemurnian Sunnah dari tangan kotor dan makar orang-
orang jahat.

Demikianlah seterusnya perjalanan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, serta generasi-generasi setelahnya begitu
perhatian dengannya dan sangat mencintainya dengan kecintaan yang sebenarnya.
Hingga akhirnya, ketika datang suatu masa yang jauh dari ilmu, tatkala keimanan
semakin melemah, keburukan dan kemunafikan semakin menguat, banyak manusia
yang lancang dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka
menafsirkan Sunnah sesuai dengan hawa nafsunya. Bahkan mereka berani mengejek,
merendahkan, menghina, dan menjadikannya sebagai bahan olok-olokkan.

Dari sekian bentuk penghinaan dan olok-olok mereka adalah menolak as-
Sunnah dengan akal pikiran dan logika, hawa nafsu dan kecenderungan hati. Mereka
mengejek orang yang memanjangkan jenggot, mengangkat kain sarung dan celana
hingga di atas mata kaki, bersiwak, sholat menghadap sutroh, dll. Padahal semua itu
adalah Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diterangkan pada banyak
hadits-haditsnya. Namun lantaran ketidaktahuan dan hawa nafsu, mereka dengan
lancang mengolok-olok dan mengejeknya sesuka hati. Wal’iyadzu billah.

Adapun bagi kita kaum muslimin, wajib bagi kita berpegang teguh dan
mengagungkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Haram hukumnya
menjadikan Sunnah tersebut sebagai bahan ejekan, karena hal tersebut dapat
mengakibatkan kekufuran. Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Barang siapa yang
mencela Allah ta’ala maka ia telah kafir, baik bercanda atau serius. Demikian halnya
dengan orang yang menjadikan Allah ta’ala, ayat-ayat, rasul-rasul atau kitab-kitab-Nya
sebagai bahan olok-olokan.” (al-Mughni 12/298)

DEFINISI SUNNAH
Sunnah di sini bukanlah sinonim dari kata mustahab atau sesuatu yang
dianjurkan. Namun Sunnah di sini berarti metode hidup dan petunjuk Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kata Sunnah mencakup hal-hal yang hukumnya
wajib dan mustahab, sebagaimana juga mencakup permasalahan akidah, ibadah,
mu’amalah maupun akhlak.

Para ulama salaf berkata: “Sunnah berarti mengamalkan al-Qur`an, hadits,
serta mengikuti salafush sholih dan jejak mereka.”
Ibnu Rojab rahimahullah berkata: “Sunnah adalah jalan yang dititi, yang
mencakup keyakinan, perbuatan dan perkataan, yang menjadi pegangan hidup Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khulafaur Rasyidin. Itulah sunnah yang sempurna.
Tidaklah generasi salaf dahulu memaksudkan kata Sunnah melainkan mencakup tiga
hal di atas.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 28)

KEWAJIBAN MENGAGUNGKAN SUNNAH NABI
Ketahuilah, wajib bagi seorang muslim untuk mengagungkan sunnah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu banyak ayat-ayat al-Qur`an dan hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan kewajiban tersebut, di antaranya
adalah firman Allah ta’ala:
Allah azza wa jalla berfirman:

Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul. (QS. an-Nur: 54)
Moto para sahabat dahulu di hadapan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah sami’na wa atho’na, kami dengar dan kami taat. Tidak pernah kita temui
seorang dari mereka yang menolak Sunnah dengan akal, apalagi sampai mencela
dan menghinanya, hal seperti ini tidak pernah dijumpai di kalangan sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.

LARANGAN MENENTANG SUNNAH NABI
Sekali lagi, wajib bagi kaum muslimin seluruhnya untuk mengagungkan sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan melaksanakan perintah-perintah beliau
dan meninggalkan larangan-larangan beliau. Diharamkan bagi kita untuk menyelisihi
sunnah Nabi mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab Allah mengancam
orang-orang yang menyelisihi Sunnah dengan adzab yang keras. Allah ta’ala berfirman:

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (QS. an-Nur: 63)
Lancang dan kurang ajar terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat
menghapuskan amalan seseorang. Allah azza wa jalla berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana
kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus
(pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. al-Hujurat: 2)

Rasulullah pun shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa
kewajiban seorang mukmin adalah mengikuti Sunnah beliau dan berpegang teguh
dengannya. Beliau bersabda:
“Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, serta taat dan mendengarkan
(pemimpin) meskipun ia seorang budak etyopia. Barang siapa dari kalian yang massih
hidup sepeninggalku niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka itu wajib
bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para kholifah yang arif lagi
bijaksana di atas petunjuk setelahku. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi-gigi geraham. Dan
hati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru (dalam agama), sebab segala perkara
baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (Hadits shohih. Lihat: ash-
Shohihah no. 2735)

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Apakah ada seorang sahabat yang apabila
mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dia menolaknya dengan
pertimbangan qiyas, perasaan, akal atau politik? Apakah pernah ditemui seorang dari
mereka menomorduakan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pada akal,
qiyas, perasaan, politik atau karena taklid kepada seseorang?”

SIKAP TEGAS UMAT SALAF TERHADAP SUNNAH NABI
Sahabat mulia Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah orang
yang begitu perhatian dengan Sunnah. Di antara contohnya, sebagaimana yang
tertuang dalam ucapan beliau: “Aku tidak akan meninggalkan perbuatan yang pernah
dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedikitpun, aku langsung
mengamalkannya, karena aku khawatir apabila aku meninggalkan sedikit saja dari
perintahnya bisa membuatku tersesat.”

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: “Tidak boleh mengikuti pendapat
seseorang ketika dihadapkan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Kaum muslimin telah bersepakat bahwa
siapa saja yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
maka tidak boleh ia meninggalkannya karena adanya ucapan seseorang (selain Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam).”

Abul Qosim al-Ashbahani rahimahullah berkata: “Ahlus sunnah dari generasi
salaf dahulu berkata: ‘Bila ada orang yang mencela sunnah,’ maka status keislamannya
patut dipertanyakan.”

Imam Malik rahimahullah pernah berkata: “Sunnah itu bak bahtera nabi Nuh,
siapa yang menaikinya maka ia selamat, siapa yang tidak menaikinya maka ia akan
tenggelam.”
[Oleh: M. Sulhan Jauhari]

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS