UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , » MENGENAL MACAM-MACAM SHALAT SUNNAH (2)

MENGENAL MACAM-MACAM SHALAT SUNNAH (2)

Written By Unknown on Sabtu, 09 Februari 2013 | 16.29



Telah dipaparkan pada buletin AL-IMAN edisi sebelumnya delapan macam shalat sunnah. Pada edisi kali ini, kami akan melengkapi pembahasan tersebut dengan mengetengahkan beberapa shalat sunnah lainnya. Semoga bermanfaat. Selamat menyimak!

9. SHALAT TAUBAT.


Dari Ali bin Abi Thalib z ia berkata: Rasulullah n bersabda: “Tidaklah seorang hamba melakukan dosa lalu dia bangkit dan bersuci kemudian mengerjakan shalat, serta minta ampun kepada Allah, kecuali ia akan diampuni, seraya membaca ayat: ‘Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran: 135)” (HR. Tirmidzi, no. 406, Abu Dawud, no. 1521)

10. SHALAT SEPULANG DARI SAFAR.


Ka’ab bin Malik zpernah bercerita: “Rasulullah n dahulu bila datang dari suatu perjalanan, beliau langsung menuju ke masjid, lalu mengerjakan shalat 2 rakaat, setelah itu duduk untuk menyambut orang-orang.” (HR. Bukhari, no. 4418, Muslim, no. 2769)

11. SHALAT ISTIKHARAH.


Rasulullah n telah memerintahkan para sahabatnya agar mereka memohon pertolongan kepada Allah ta’ala dalam segala urusan. Di antaranya dengan mengajarkan shalat istikharah kepada mereka sebagai pengganti dari hal yang biasa mereka lakukan pada masa jahiliyah seperti meramal, memohon kepada berhala dan melihat peruntungan. Dari Jabir bin Abdillah z, ia berkata: Rasulullah n pernah mengajarkan istikharah kepada kami dalam segala urusan, sebagaimana beliau mengajari kami surat dari al-Quran. Beliau n bersabda: “Bila seorang dari kalian bertekad untuk melakukan sesuatu, hendaklah dia melaksanakan shalat 2 rakaat diluar shalat wajib.” (HR. Bukhari, no. 1162)

12. SHALAT GERHANA BULAN DAN GERHANA MATAHARI.

Hukum shalat gerhana bulan dan matahari adalah sunnah mu`akkadah (sangat dianjurkan). Dari ‘Aisyah x, dia bercerita bahwa pada masa Rasulullah n pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau mengerjakan shalat bersama orang-orang. Beliau berdiri dan memanjangkan waktu berdiri, lalu beliau ruku’ dan memanjangkannya. Kemudian beliau berdiri dan memanjangkannya -berdiri yang kedua ini tidak selama berdiri yang pertama-, setelah itu beliau ruku’ dan memanjangkan rukunya, rukunya ini lebih pendek dari ruku pertama. Selanjutnya beliau sujud dan memanjangkannya. Kemudian beliau mengerjakan rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat pertama, setelah itu beliau berbalik sedang matahari telah muncul, lalu beliau menyampaikan khutbah kepada para sahabatnya. (HR. Bukhari, no. 1044, Muslim, no. 901)

Disyariatkan untuk melaksanakannya di masjid secara berjamaah tanpa didahului adzan dan iqamah.

13. SHALAT IDUL FITRI DAN IDUL ADHA.

Ulama menjelaskan bahwa shalat Ied hukumnya wajib. Sedang sebagian yang lain menyatakan sunnah. Namun Rasulullah n dahulu sekalipun tidak pernah meninggalkannya, baik shalat Idul Fitri maupun Idul Adha.  Dari Ummu ‘Athiyyah n ia berkata: “Pada dua hari raya kami diperintah untuk
mengajak keluar gadis-gadis yang sudah baligh dan wanita-wanita yang biasa berada di rumah. Namun mereka yang sedang haidh diperintahkan untuk menjauh dari tempat shalat kaum muslimin.” (HR. Bukhari, no. 974, Muslim, no. 890)

14. SHALAT ISTISQO`.

Allah ta’ala mensyariatkan bagi kaum muslimin untuk keluar menuju lapangan dalam rangka melaksanakan shalat istisqo` bila mereka kesulitan mendapatkan air atau ketika terjadi musim kemarau yang berkepanjangan. Abdullah bin Zaib z berkata: “Nabi n keluar menuju lapangan untuk sholat istisqo`. Beliau menghadap kiblat lalu mengerjakan sholat 2 rakaat dan membalikkan selendangnya (sebelah kanan diletakkan ke sebelah kiri).” (HR. Bukhari, no. 1027, Muslim, no. 894)

15. SHALAT JENAZAH.

Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah. Menjelaskan tentang keutamaannya, Rasulullah n bersabda: “Barangsiapa berangkat bersama jenazah dari rumah duka dan menshalatkannya, kemudian mengikutinya sampai dikebumikan, maka baginya pahala 2 qirath, 1 qirath sebesar gunung uhud. Dan barang siapa menshalatkan jenazah dan kemudian ia pulang, maka baginya pahala seperti gunung uhud.” (HR. Bukhari, no. 1325, Muslim, no. 945)

16. SHALAT THAWAF 2 RAKAAT.

Shalat thawaf 2 rakaat dilakukan setelah melakukan thawaf sebanyak 7 putaran mengelilingi ka’bah. Allah ta’ala berfirman: “Dan ingatlah ketika Kami menjadikan Baitullah tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan Jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim (tempat berdiri diwaktu membangun ka'bah) sebagai tempat shalat.” (QS. al-Baqarah: 125)

17. SHALAT DI MASJID QUBA.

Dari Sahl bin Hunaif, ia berkata: Rasulullah n bersabda: “Barang siapa yang keluar (dari rumahnya) hingga sampai masjid ini -masjid quba- kemudian shalat 2 rakaat, maka pahalanya sebanding dengan umrah.” (HR. Nasa`i, II/37, Ibnu Majah, no. 1412)

PERMASALAHAN PENTING SEPUTAR SHALAT SUNNAH

1. Mengerjakan Shalat Sunnah Di Rumah Lebih Utama.

Rasulullah n bersabda: “Bila seorang dari kalian menyelesaikan shalat (wajib) di masjid, hendaklah ia mengerjakan sebagian dari shalatnya di rumah. Karena Allah akan menjadikan cahaya di rumahnya lantaran shalat tersebut.” (HR. Mulsim, no. 778)

Dari Zaid bin Tsabit bahwasanya Nabi n bersabda: “Kerjakanlah shalat di rumah-rumah kalian, sebab sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali sholat wajib.” (HR. Bukhari, no. 6113, Muslim, no. 781)

2. Mengerjakan Amalan Sunnah Secara Rutin.

Nabi Muhammad n bersabda: “Wahai sekalian manusia, kerjakanlah amalan sesuai kemampuan kalian, karena Allah tidak akan pernah merasa bosan (memberi pahala) sampai kalian merasa bosan, sesungguhnya amalan yang paling disukai Allah adalah yang dikerjakan secara rutin meski hanya sedikit.” (HR. Bukhari, no.43, Muslim, no. 782)

3. Shalat Sunnah Sambil Duduk.


4. Shalat Sunnah Dalam Perjalanan.

Di antara sunnah Rasulullah n dalam perjalanan adalah mengqashar shalat fardhu. Dan tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa beliau mengerjakan shalat sunnah qabliyah atau ba’diyyah ketika dalam perjalanan. Yang ada riwayatnya adalah shalat sunnah muthlaq. Dari Ibnu Umar z ia berkata: “Adalah Rasulullah n dahulu biasa mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan dengan menghadap ke arah ia menuju, serta mengerjakan shalat witir di atasnya. Hanya saja Beliau tidak pernah mengerjakan shalat wajib diatasnya.” (HR. Bukhari, no.1098, Muslim, no.700)

Demikian juga shalat sunnah sebelum subuh, shalat witir, dan shalat dhuha.

5. Shalat Sunnah Di Atas Hewan Tunggangan atau kendaraan.

Amir bin Robi’ah pernah z bercerita: “Aku melihat Rasulullah n tengah berada di atas hewan tungganannya sambil mengerjakan shalat sunnah, memberi isyarat dengan kepalanya, dengan menghadap ke arah mana beliau menuju. Dan Rasulullah n tidak pernah melakukan hal tersebut dalam shalat wajib.” (HR. Bukhari, no. 1097, Muslim, no.701)

6. Shalat Sunnah Secara Berjamaah.

Tidak mengapa melakukan shalat sunnah secara berjamaah, dengan syarat tidak dijadikan sebagai kebiasaan, dan pelaksanaannya di rumah itu lebih utama. Dari Anas bin Malik z, bahwa neneknya, Malikah x pernah mengundang Rasulullah n untuk menyantap makanan yang sengaja ia masak untuk Beliau. Beliau pun menyantapnya kemudian bersabda n: “Berdirilah kalian, aku akan shalat bersama kalian.“ Anas bin Malik z berkata: “Kemudian aku mengambil tikar milik kami yang berwarna hitam lantaran sudah lama dipakai. Lalu aku memercikinya dengan air. Selanjutnya Rasulullah n berdiri di atas tikar tersebut, sedang aku membuat shof di belakang beliau bersama seorang anak yatim, sedang sang nenek di belakang kami. Kemudian Rasulullah n mengerjakan shalat dua rakaat bersama kami, selanjutnya beliau pergi.” (HR. Bukhari, no. 380, Muslim, no. 658) 

Demikianlah pembahasan singkat seputar macam-macam shalat sunnah. Semoga bermanfaat bagi kita semua, dan semoga kita diberi kemudahan oleh Allah untuk mengamalkannya. Wa billahi at-taufiq.

(Oleh: Rifqi Hidayat)

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS