Allah subhanahu wa ta’ala telah menetapkan takdir dan ajal seluruh makhluk-Nya,
memberikan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mengatur segala perbuatan serta tindak
tanduk mereka dan menetapkan bahagia atau sengsaranya seorang hamba. Allah ‘azza wa jalla
juga menciptakan semuanya dalam keadaan berpasang-pasangan. Dia menciptakan langit dan
bumi, siang-malam, laki-perempuan, susah-senang, bahagia-sengsara dan lain sebagainya.
Kemudian Allah ta’ala menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian, siapa dari mereka
yang terbaik amalannya. Allah subhanahu wa ta’ala juga menciptakan takdir yang merupakan
rukun iman yang ke-enam, yang mana setiap muslim wajib mengimaninya. Seorang hamba harus
yakin bahwa apa-apa yang menimpa dirinya, baik itu kesenangan atau kesusahan, bahagia atau
sengsara itu semua sudah dicatat di lauhul mahfuzd.
Dunia adalah tempat singgah yang fana yang penuh dengan kesusahan dan kesengsaraan,
kesedihan dan kemelaratan, sehingga tidak jarang orang yang bekerja siang dan malam hanya
untuk mengejar kesenangan sementara yang akan mereka tinggalkan dan akan dinikmati oleh
generasi setelahnya. Allah subhanahu wa ta’ala memberikan cobaan kepada hamba-Nya berupa
ketakutan, kenikmatan, kelaparan, rasa takut dan lain sebagainya agar supaya Allah ta’ala
mengetahui mana hamba yang bersyukur dan yang bersabar. Allah ta’ala berfirman: "Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar". (QS. al-
Baqarah: 155)
Seseorang akan dikatakan mencintai apabila ia telah lolos dari pengorbanan, dan ia akan
dikatakan lulus ujian, apabila bisa menjawab pertanyaan dan memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan, dan Allah ta’ala mengadakan berbagai musibah dan cobaan sebagai alat untuk
mengetahui mana yang benar keimanannya dan mana yang tidak benar keimanannya. Allah ta’ala
berfirman:
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman",
sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS. al-Ankabut: 2)
Maka semakin tinggi keimanan seseorang semakin besar pula cobaan yang dia hadapi, ibarat
pohon, semakin tinggi maka semakin keras angin yang menghatamnya.
Seseorang tidak akan merasakan bahagia kalau dia belum merasakan yang namanya derita.
Karena adanya deritalah, ada yang namanya kebahagiaan, karena ada malamlah ada siang, karena
ada perempuanlah ada namanya laki-laki, karena adanya neraka, ada surga. Oleh karena itu,
wahai saudaraku…marilah kita hadapi musibah dengan merenungi apa yang ada di balik musibah
tersebut, mungkin sebagai peringatan dari Allah subhanahu wa ta’ala, agar kita kembali ke jalan-
Nya yang benar, agar supaya kita sadar di balik musibah itu, pasti ada pelajaran yang berharga yang
tidak didapat oleh orang lain.
Sebagai contoh, musibah ketika kaum muslimin mengalami kekalahan di perang Uhud.
Ketika itu pihak pemanah diperintahkan agar tidak boleh pindah dari tempatnya, walaupun kaum
muslimin mengalami kemenangan atau kekalahan, akan tetapi ketika kaum muslimin mengalami
kemenangan, pihak pemanah lari meninggalkan tempatnya dan melupakan perintah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk mengambil ghanimah. Dan ketika itu pula kaum musyrikin
berbalik menyerang, dan kaum muslimin mengalami kekalahan.
Setelah kejadian tersebut mereka mengambil pelajaran bahwa tidak boleh meninggalkan
perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apalagi meremehkannya, sehingga Allah ta’ala
mengangkat derajat mereka, menjadikan mereka manusia yang terbaik di muka bumi dan Allah
ta’ala memenangkan agama ini dengan sebab mereka.
Jiwa manusia itu akan menjadi bagus, indah nan suci apabila ditempa dengan rapi dan bagus,
sebagaimana batu itu dikatakan indah apabila diukir dengan bagus. Begitu juga besi, akan berguna
dan menjadi bagus apabila sudah ditempa. Demikianlah kira-kira perumpamaan hati kita, apabila
ditempa dengan berbagai cobaan dan rintangan, maka kita akan memperlihatkan diri kita yang
sesungguhnya, apakah diri kita termasuk yang mukmin sejati atau cuma ber-KTP Islam saja.
Ibnul Jauzi rahimahullah mengungkapkan, "Orang yang ingin mendapatkan keselamatan
dan kesejahteraan abadi tanpa ujian dan cobaan, berarti belum mengenal ajaran Islam dan tidak
mengenal arti pasrah kepada Allah subhanahu wa ta’ala."
Setiap orang pasti mengalami cobaan dan masalah, baik itu seorang muslim maupun kafir.
Memang hidup ini dibangun di atas berbagai kesulitan dan marabahaya. Kita mengetahui bahwa
ikan hidup di air, dia terlihat indah berenang, akan tetapi dengan air ia bermasalah. Burung hidup di
udara, ia terbang indah dan berkicau, akan tetapi dengan udara ia bermasalah. Maka manusia akan
dikatakan manusia apabila dia punya masalah, karena "dengan masalah hidup menjadi indah". Kita
ibaratkan dengan layang-layang, dia terlihat indah karena menghadapi angin, dia terbang indah
karena melawan arah angin. Bagaimana jadinya bila layang-layang itu terbang mengikuti arah
angin? Itu namanya layang-layang putus yang sudah tidak indah dilihat lagi. Maka, mari kita hadapi
masalah dan cobaan yang kita alami dan jangan lari dari masalah, karena dengan masalah dan
cobaanlah kita bisa menjadi orang yang berkualitas dan berguna untuk diri sendiri dan orang lain.
Karena seorang siswa itu akan dikatakan pintar apabila ia bisa lulus dalam ujian yang dikerjakannya.
Cobaan adalah lawan dari tujuan dan memang hal itu selalu bertentangan dengan angan-
angan dan kesenangan menikmati kelezatan hidup. Semua orang akan mengalaminya, walaupun
takarannya berbeda-beda, ada yang berat dan ada yang ringan. Seorang mukmin mendapatkan
ujian dan cobaan sebagai tempaan baginya, dijadikan dunia ini penjara baginya, bukan sebagai
siksaan, karena hal itu akan menghantarkannya ke surga. Dan perlu kita ketahui bahwa cobaan
itu bukan hanya kesusahan saja, akan tetapi kenikmatan juga cobaan dari Allah ta’ala, dan dalam
hal inilah kita banyak tertipu dan terlena olehnya. Allah ta’ala berfirman: "Dan Kami bagi-bagi
mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di
antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan
(bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)". (QS. al-A’raf: 166)
Terkadang suatu hal yang kita benci, yang tidak kita senangi malah mendatangkan hal
yang memberikan manfaat bagi kita, dan terkadang hal yang kita senangi malah mendatangkan
kesusahan. Maka janganlah kita merasa aman dengan kesenangan, karena bisa saja ia
menimbulkan bencana bagi kita, dan janganlah merasa putus asa dengan kesulitan dan cobaan
yang kita alami, karena bisa jadi akan mendatangkan kesenangan, bukankah kita mengetahui
semua! di balik kesusahan ada kemudahan. Firman-Nya:
"Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui". (QS. al-Baqarah: 216)
Setiap cobaan itu ada batasnya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Janganlah kita mengucapkan
kata-kata makian, karena setiap kata yang kita keluarkan akan dimintai pertanggungjawabannya.
Terkadang Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat derajat seseorang karena perkataannya, dan
terkadang seorang itu dilemparkan ke neraka jahanam disebabkan ucapan yang dia katakan.
Seorang mukmin yang kuat, lidahnya tidak akan mencela dan mengutuk dan hatinya tidak
akan berubah, dia akan tetap tegar pada kebenaran. Maka redamlah cobaan dengan mengingat
janji Allah ta’ala berupa pahala bagi orang yang bersabar dan kemudahan yang akan didapat
setelah melalui cobaan, sehingga kita bisa melaluinya tanpa mengutukinya. Sabar adalah senjata
yang ampuh dalam menghadapi masalah dan cobaan, dan Allah ta’ala akan membalas pelakunya
dengan yang lebih baik dari apa yang mereka lakukan. Allah ta’ala berfirman: "Apa yang di sisimu
akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal, dan sesungguhnya Kami akan memberi
balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan." (QS. an-Nahl: 96)
Firman-Nya subhanahu wa ta’ala: "Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran
mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami
rizkikan kepada mereka, mereka nafkahkan." (QS. al-Qashas: 54)
Wahai saudaraku, ketahuilah bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala tidak pernah menahan
sesuatu untukmu, Dia memberimu musibah karena sayang kepadamu, karena ingin melihat
kamu menjadi orang yang beriman sehingga engkau menjadi orang bahagia yang dimasukkan ke
dalam surga-Nya. Allah ta’ala hanya mengujimu, untuk memberikan keselamatan kepadamu, dan
memberikan cobaan untuk membersihkanmu, dan ketahuilah selama masih ada umur, rizki pasti
akan datang, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: "Dan tidak ada suatu binatang melatapun di
bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang
itu dan tempat penyimpanannya semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS.
Hud: 6)
Bila dengan kebijaksanaan-Nya, Allah ‘azza wa jalla menutup sebagian rizki, maka pasti
Allah ta’ala membuka pintu rizki yang lain yang lebih baik untuk kita. Cobaan justru akan
mengangkat derajat orang-orang shalih dan memuliakan mereka.
Seorang ulama mengungkapkan, "Orang yang diciptakan untuk masuk surga pasti akan
merasakan banyak kesulitan. Musibah yang sesungguhnya ialah yang menimpa agama seseorang.
Sementara musibah selainnya merupakan jalan baginya untuk mendapatkan pahala, dan
pengampunan dosa serta merupakan jalan keselamatan baginya."
Abu Darda radhiyallahu 'anhu menyatakan, "Diantara bentuk kehinaan dunia di hadapan
Allah subhanahu wa ta’ala adalah bahwa manusia berbuat maksiat di dunia, dan ia hanya bisa
menggapai apa yang ada di sisi Allah dengan meninggalkan dunia, maka hendaknya engkau
menyibukkan diri dengan hal yang lebih berguna bagimu untuk mengambil kembali yang mungkin
hilang darimu, yakni dengan memperbaiki kekeliruan, memaafkan kesalahan orang dan mendekati
pintu Rabb. Dengan begitu engkau akan melihat betapa cepatnya musibah itu hilang. Kalau bukan
kesusahan engkau tidak akan mendapatkan kesenangan". Wallahu a’lam.
| Oleh: Lalu Gunawan |
0 komentar:
Posting Komentar