UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » » HAKEKAT SYAHADAT LA ILAHA ILLALLAH

HAKEKAT SYAHADAT LA ILAHA ILLALLAH

Written By Unknown on Rabu, 13 Februari 2013 | 07.40




KEISTIMEWAAN KALIMAT SYAHADAT

Kalimat syahadat yang sering diucapkan oleh kaum muslimin dalam kesehariannya memiliki kedudukan yang amat tinggi dan keutamaan yang istimewa di dalam agama Islam. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa kalimat syahadat adalah pintu menuju Islam.

Seorang non muslim tidak akan dikatakan muslim hingga ia membaca kalimat syahadat. Selain itu, kalimat syahadat merupakan kunci untuk menuju surga Allah ta’ala. Maka itu di dalam salah satu sabdanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa siapa yang akhir ucapannya adalah la ilaha illallah niscaya ia akan masuk surga. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang berucap la ilaha illallah dengannya ia mengharap wajah Allah.” (HR. Muslim)

Kalimat syahadat juga terkenal dengan ungkapan kalimat ikhlas atau kalimat tauhid. Sebab konsekuensi dari kalimat mulia ini bagi orang yang melafazhkannya ialah, ia harus meninggalkan segala macam peribadatan kepada selain Allah dan wajib menujukan segala macam ibadah hanya kepada Allah semata.

Atas dasar beberapa keutamaan ini kita mengetahui alangkah perlu dan butuhnya kaum muslimin untuk mendalami hakekat kalimat la ilaha illallah.

MAKNA KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH

Mayoritas kaum muslimin mengartikan kalimat ini dengan ucapan “tiada Tuhan selain Allah”. Namun pada nyatanya tuhan yang disembah itu banyak, hanya saja semua tuhan yang dijadikan sesembahan oleh kaum musyrikin adalah batil, sedangkan Tuhan yang Haq hanyalah satu, Tuhan saya, Tuhan anda, Tuhan kita semuanya, yaitu Allah sebagai Tuhan alam semesta. Allah ta’ala sendiri menyebutkan bahwa tuhan yang diibadahi itu berbilang. Namun semuanya adalah batil kecuali Dia semata.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang hal ini:
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah Dia-lah Tuhan yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah Dia- lah yang Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS. al-Hajj: 62) 


Maka itu tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam menyeru kaumnya untuk meninggalkan tuhan-tuhan mereka yang batil dan mentauhidkan Allah semata, dengan serta merta mereka mengingkari dan berkata:
“Mengapa ia (Muhammad) menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS. Shad: 5)

Adapun makna yang benar dari kalimat tauhid ini adalah “Tiada Tuhan yang Haq kecuali Allah” atau “Tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah,” yang mana dalam bahasa Arabnya berbunyi “Laa ma’buuda bihaqqin illallahu”. (asy-Syahadatan, Syaikh Abdullah Jibrin hal. 15)

Inilah makna yang benar yang menyatakan bahwa tiada Tuhan yang berhak untuk dialamatkan kepada-Nya ibadah kecuali hanya Allah semata. Sebab hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan yang berhak untuk diibadahi, tiada sekutu bagi-Nya. Firman-Nya:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan yang haq melainkan Aku, maka beribadahlah kalian semua kepada-Ku." (QS. al-Anbiya`: 25)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Tuhan Yang Maha Menciptakan segala-galanya itulah yang berhak untuk diibadahi.” (al-Ushul ats-Tsalatsah, Syaikh Muhammad at-Tamimi)

RUKUN KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH

Para ulama telah menjelaskan bahwa kalimat tauhid la ilaha illallah terdiri dari dua rukun: Pertama: la ilaha, tiada tuhan yang haq. Ini berarti menafikan atau meniadakan segala bentuk tuhan yang diibadahi di bumi dan di langit. Kedua: illallah, kecuali Allah. Ini menetapkan bahwa satu-satunya Tuhan yang haq yang berhak untuk diibadahi hanyalah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.

Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah menjelaskan: “Arti (kalimat tauhid ini) ialah tiada sesembahan yang haq kecuali Allah semata. Kalimat la ilaha menafikan seluruh persembahan selain Allah. Kalimat illallah menetapkan peribadatan hanya kepada-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya dalam peribadatan sebagaimana tiada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan.” (al-Ushul ats-Tsalatsah)

Siapa yang benar-benar beribadah hanya kepada Allah semata dan beriman kepada-Nya dengan keimanan yang baik serta ia jauh dari peribadatan kepada selain Allah, sungguh ia telah berpegang teguh dengan tali Islam yang amat kokoh. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. al-Baqoroh: 256)

Dalam menafsirkan tali yang amat kuat, adh-Dhahhak dan Sa’id bin Jubair rahimahumallah berkata, “yaitu kalimat la ilaha illallah.” (Tafsir Ibni Katsir)

SYARAT KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH

Syarat kalimat tauhid ada tujuh, ia tidak akan bermanfaat kecuali apabila ketujuh syarat tersebut terpenuhi. (Syarah al-Ushul ats-Tsalatsah, Syaikh Shalih al-Fauzan, hal. 134)

Ketujuh syarat tersebut terkumpul dalam dalam sebuah bait syair berikut ini:

Yaitu Ilmu, yakin, ikhlas, jujur (tulus), cinta, tunduk, dan menerimanya
Sebagian ulama menambahkan satu syarat lagi sehingga jumlahnya menjadi delapan.
Dalam sebuah bait syair disebutkan:

Ditambah syarat kedelapan yakni engkau kufur dengan tuhan-tuhan yang diagungkan selain Tuhan yang Esa


Berikut penjelasan ringkas ketujuh syarat tersebut:

Pertama: Ilmu.

 orang yang mengucapkan kalimat tauhid harus memahami maknanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  “Barang siapa yang meninggal dunia dan dia mengetahui bahwa tiada Tuhan yang haq kecuali Allah niscaya ia masuk surga.“ (HR. Muslim)

Lawan dari ilmu adalah al-jahlu (tidak tahu). Orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan lisannya namun ia tidak memahami makna dan konsekuensinya maka kalimat tersebut tidak bermanfaat baginya.

Kedua: Yakin.

Maksudnya orang yang melafazhkan syahadat harus meyakini kebenaran kalimat itu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq kecuali Allah dan bahwasanya diriku adalah utusan Allah, tidaklah seorang hamba bertemu Allah dengan dua kalimat tersebut tanpa bimbang ragu melainkan ia akan masuk surga.” (HR. Muslim)

Sebagai lawan dari yakin adalah bimbang dan ragu.

Ketiga: Ikhlas. 

Seorang yang mengucapkannya harus mengikhlaskan atau memurnikan agama ini hanya kepada Allah semata. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:  “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. az-Zumar: 2-3)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah yang mengucapkan la ilaha illallah dengan penuh keikhlasan dari hatinya.“ (HR. Bukhari)

Sedangkan lawan dari ikhlas adalah kesyirikan.

Keempat: Jujur (tulus). 

Syarat ini diambil dari sabda shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa yang berkata la ilaha illallah dengan jujur (tulus) dari hatinya niscaya ia masuk surga.“ HR. Ahmad)
Lawan dari jujur adalah dusta.

Kelima: Cinta.

 Yaitu kecintaan yang menghilangkan lawannya yang berupa kebencian. Orang yang mengucapkan kalimat tauhid harus mencintainya dan mencintai orang-orang yang mencintai kalimat ini. Adapun orang yang tidak mencintainya maka ucapannya tidak bermanfaat baginya.

Keenam: Tunduk.

 Yaitu berserah diri dalam bentuk perbuatan dan patuh kepada kepada Allah ta’ala. Orang yang mengucapkan kalimat tauhid namun tidak tunduk dan patuh dengan hukum-hukum Allah dan syariat-Nya maka ucapannya tidak bermanfaat baginya. 
Lawannya adalah berpaling dan meninggalkan.

Ketujuh: Menerima. 

Yaitu dengan menampakkan kebenaran kalimat tauhid dalam bentuk perkataan. Orang yang mengucapkan kalimat ini tidak boleh menolak sedikit pun dari hukum-hukum Allah. Sebaliknya, ia wajib menerima kandungan makna kalimat tauhid dengan baik. 
Lawannya adalah menolak.

PENUTUP

Demikianlah penjelasan ringkas seputar kalimat la ilaha illallah. Semoga kita termasuk orang-orang yang bersyahadat dengan benar sesuai dengan apa yang diinginkan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[Oleh: M. Sulhan Jauhari]

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS