UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , , » AKIBAT BURUK BERBUAT MAKSIAT bag. 2

AKIBAT BURUK BERBUAT MAKSIAT bag. 2

Written By Unknown on Kamis, 14 Februari 2013 | 08.36




Pada edisi sebelumnya, telah dibawakan beberapa poin tentang akibat buruk berbuat maksiat. Dan pada edisi kali ini, akan diketengahkan lanjutan dari edisi sebelumnya. insyaAllah sangat bermanfaat. Selamat menyimak. Di antara akibat buruk dari perbuatan maksiat ialah:

3). Menyebabkan kesulitan pada segala urusan.

Tidaklah hamba yang sering bermaksiat kepada Allah ta’ala menghadapi suatu urusan melainkan pintu menuju ke sana akan tertutup, ia merasa sulit untuk menyelesaikannya. Sebaliknya, kita dapati orang yang bertakwa kepada Allah akan dimudahkan urusannya. Maka itu, siapa yang meninggalkan takwa dan bermaksiat kepada-Nya, niscaya urusannya akan dipersulit. Dan sebabnya, adalah dirinya sendiri. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: “Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. ath-Thalaq: 4)

Namun ironisnya, seorang hamba yang telah mengetahui bahwa pintu-pintu kebaikan telah tertutup baginya dan jalan-jalan menuju ke sana pun sulit untukya, tapi anehnya ia tidak juga mengetahui penyebab semua itu. Ketahuilah, sebabnya adalah maksiat kepada Allah, lantaran jauhnya dirinya dari Allah ta’ala. 

4). Menyebabkan kegelapan di dalam hati.

Orang yang bermaksiat akan mendapati dirinya berada dalam kegelapan. Kegelapan maksiat yang ada pada dirinya tersebut bak kegelapan yang bisa ia tatap dengan matanya. Ketaatan merupakan cahaya, sedangkan maksiat adalah kegelapan. Semakin kegelapan tersebut bertambah maka ia akan semakin merasakan kebingungan. Sehingga bisa jadi ia terjerumus ke dalam bid’ah, kesesatan, dan perkara lain yang dapat membinasakan tanpa ia sadari. Bak seorang buta yang keluar menuju gelapnya malam yang berjalan sendirian, yang tidak dapat mengetahui apa-apa dan tidak dapat membedakan mana jalan dan mana lubang. Kegelapan tersebut terus akan semakin kuat hingga dapat terlihat di mata. Dan terus akan semakin menguat hingga dapat terlihat pada wajah.

Rupanya akan hitam hingga dapat dilihat oleh setiap orang. Tidaklah seseorang berbuat dosa melainkan hatinya akan ternodai dengan bintik hitam. Semakin banyak ia bermaksiat maka noda itu akan semakin banyak hingga dapat menyebabkan hati hitam legam.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin apabila ia berbuat dosa akan tergores sebuah titik hitam di hatinya, apabila ia bertaubat, meninggalkan dosa dan memohon ampun kepada Allah, niscaya hatinya akan bersih kembali. Tapi bila ia berbuat dosa lagi maka akan tertitik bintik hitam lagi. Itulah noda yang Allah sebutkan di dalam firman-Nya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” [QS. al-Muthaffifin: 14] (HR. Ahmad, at- Tirmidzi, Ibnu Majah, dll dengan sanad hasan)

Hudzaifah radhiyallahu 'anhu berkata: “Bila seorang hamba berbuat dosa akan tertitik pada hatinya bintik hitam hingga hatinya berwarna seperti kambing hitam yang berbintik-bintik merah.”

5). Melemahkan hati dan badan.

Adapun lemahnya hati maka itu adalah hal yang tampak. Dan maksiat tersebut akan terus melemahkannya hingga dapat melenyapkan hidupnya secara total. Sedangkan lemahnya pada badan, maka kekuatan mukmin itu ada pada hatinya. Bila hatinya kuat maka badannya akan kuat. Namun orang fasik, meskipun badannya kuat maka kekuatan tersebut bisa mengkhianatinya ketika ia membutuhkan kekuatan tersebut. 

Perhatikanlah kekuatan orang-orang Persia dan Romawi bagaimana bisa menghianati mereka, padahal mereka sangat membutuhkannya. Namun orang yang beriman dapat mengalahkannya dengan kekuatan badan dan hati yang penuh dengan keimanan. Dan di antara bukti terbesarnya adalah peristiwa perang Badar yang merupakan kemenangan bagi kaum muslimin.

Terkadang seseorang ingin mengerjakan suatu ibadah, namun ternyata ia mendapati dirinya begitu malas untuk melakukannya. Sebaliknya, ketika ia berniat untuk menghabiskan waktunya dengan hal yang tidak atau kurang bermanfaat, maka ia akan dengan mudah melakukannya. Ketahuilah, itu semua di antara sebabnya adalah karena dosa dan maksiat yang diperbuat.

6). Menghalangi diri dari berbuat ketaatan.

Bila saja dosa tidak memiliki akibat buruk, maka ia dapat menghalangi pelakunya dari berbuat ketaatan, lalu hal itu akan menghalanginya untuk melakukan ketaatan hingga kesekian kalinya. Sehingga akan banyak sekali ketaatan-ketaatan yang terlewatkan. Padahal setiap ketaatan dari ketaatan-ketaatan tersebut lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Kondisinya bak orang sakit, gara-gara melahap habis makanan, maka makanan itu menyebabkan dirinya terhalang untuk merasakan makanan lain yang jauh lebih nikmat. 

7). Mengakibatkan umur menjadi pendek.

Ketahuilah, maksiat itu dapat mengurangi umur seseorang dan dapat melenyapkan keberkahan yang ada pada dirinya, dan itu adalah pasti. Karena berbuat kebajikan dapat menambah umur, sedangkan maksiat dapat menguranginya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada yang dapat merubah qadha’ kecuali doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali ketaatan.” (Lihat: ash-Shahihah no. 154)

Dalam masalah umur dapat bertambah dan berkurang ulama berbeda pendapat: Sebagian ulama menjelaskan, kurangnya umur maksudnya ialah hilangnya keberkahan pada umurnya. Dan ini adalah realita yang merupakan dampak buruk berbuat maksiat. Ulama yang lain berkata, maksudnya adalah benar-benar dapat berkurang sebagaimana rizki yang dapat berkurang.

Rahasia pada permasalahan ini adalah, bahwasanya umur manusia adalah waktu hidupnya, dan tiada kehidupan baginya kecuali dengan menghadapkan diri kepada Allah ta’ala, menikmati kecintaan dan dzikir kepada-Nya, dan mengutamakan keridhaan-Nya.

8). Maksiat menyeret kepada kemaksiatan yang lain.

Maksiat itu memiliki saudara. Ketika seorang hamba mendatangi maksiat, maka ia akan mengajak untuk mendatangi maksiat yang lain, dan demikian seterusnya. Maksiat itu enak, tatkala seorang hamba bermaksiat dan mendapatkan rasa enaknya maka ia akan menariknya untuk mencicipi maksiat yang lainnya.

Ketahuilah, maksiat memiliki saudara, jangan sampai kita terlena sehingga mengajak kenalan dengan saudara-saudaranya. Maksiat itu enak, namun keenakan tersebut hanyalah sesaat. Setelahnya, yang ada hanyalah penyesalan, kesedihan, kebingungan, gundah-gulana, dan rasa tidak enak lainnya. 

Itu semua adalah langkah-langkah setan menuju kehancuran. Janganlah kita menuruti langkah-langkah setan tersebut. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya ia itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.” (QS. an-Nur: 21)

9). Mengakibatkan munculnya beragam kerusakan di muka bumi.

Perbuatan maksiat dapat menghancurkan diri pelakunya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Manusia tidak akan binasa hingga mereka memberi udzur pada diri-diri mereka untuk diadzab (yakni dengan banyak melakukan kemaksiatan).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad shahih)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Apabila zina dan riba nampak pada suatu daerah, sungguh mereka telah menghalalkan siksa Allah menimpa mereka.” (Lihat: Shahih al-Jami, no. 679, Shahih at-Targhib, no. 1859)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata: “Apabila zina dan riba telah tampak pada suatu negeri, maka Allah telah mengizinkan kehancurannya. (HR. al-Hakim, Hadits hasan lighairihi. Lihat: Shahih at-Targhib, no. 2401) 

Dalam sebuah riwayat Ibnu Umar berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menghadap kepada kami dan berkata: “Wahai sekalian Muhajirin, ada lima perkara besar yang apabila menimpa kalian, aku berlindung kepada Allah dari kelima perkara tersebut menimpa diri-diri kalian: tidaklah tampak perbuatan keji di tengah-tengah suatu kaum hingga mereka melakukannya secara terang-terangan melainkan akan tersebar luas di antara mereka wabah-wabah penyakit yang tidak pernah terjadi pada generasi sebelum mereka, tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan disiksa dengan tahun-tahun yang penuh paceklik dan pemimpin yang zhalim, tidaklah mereka mencegah zakat harta mereka melainkan mereka akan terhalangi dari turunnya air hujan dari langit, sekiranya tidak ada hewan-hewan ternak, niscaya mereka tidak akan diberikan air hujan, tidaklah mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya melainkan Allah akan kuasakan kepada mereka musuh dari selain mereka, kemudian musuh-musuh itu merampas sebagian yang mereka miliki, dan tidaklah para pemimpin mereka tidak berhukum dengan kitabullah dan tidak memilih berhukum dengan apa yang Allah turunkan, melainkan Allah akan turunkan kebinasaan di antara mereka.” (Lihat: ash-Shahihah no. 106)

10). Menjadikan musuh meraih kemenangan.

Contoh nyata dalam hal ini adalah kekalahan kaum muslimin pada perang Uhud. Lantaran kaum muslimin yang tidak taat kepada perintah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Allah berikan cobaan kepada mereka dengan kekalahan agar mereka mengevaluasi dan mengoreksi diri mereka masing-masing, dan agar mereka tahu, bahwa ketidaktaatan atau kemaksiatan dapat menghancurkan suatu kaum sehingga kemenangan ada di tangan musuh.

Dalam kitab Musnad al-Imam Ahmad, dengan sanad shahih, Jubair bin Nufair bercerita: “Tatkala negara Cyprus ditaklukan (oleh kaum muslimin) dan penghuninya dicerai-beraikan, sebagian kaum muslimin menangis. Aku melihat Abu Darda’ duduk sendiri dan beliaupun menangis. Aku berkata: ‘Ya Abu Darda, apa yang membuatmu menangis pada hari dimana Allah memuliakan Islam dan para pemeluknya?’ Ia menjawab: “Celaka engkau, ya Jubair, alangkah hina mereka (penduduk Cyprus) bagi Allah azza wa jalla tatkala menyia-nyiakan perintah-Nya! Mereka adalah umat yang berkuasa, kuat dan memegang kendali kekuasaan, namun mereka meninggalkan perintah Allah sehingga mereka hina seperti yang engkau lihat.”

Tidaklah hamba bermaksiat melainkan hal itu akan menjadi sebab hinanya ia di hadapan Allah, bahkan di hadapan para mahkluk-Nya pula. Dan bila seorang hamba hina di mata Allah, maka tidak ada seorangpun yang akan memuliakannya. 

Kehinaan tersebut, tidaklah disebabkan melainkan karena ulah dan tingkah lakunya sendiri dengan menghinakan dirinya yakni dengan bermaksiat kepada Allah ta’ala. Semoga, dengan meninggalkan dosa-dosa tersebut dan memperbanyak ketaatan, iman kita semakin bertambah, sehingga kita  bertemu Allah dalam keadaan selamat hatinya dari syirik, bid’ah, maksiat. (Selesai)

AKIBAT BURUK BERBUTA MAKSIAT bag.1
[Oleh: M. Sulhan Jauhari]


0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS