UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » » MERAIH BEKAL MENUJU KEHIDUPAN YANG KEKAL

MERAIH BEKAL MENUJU KEHIDUPAN YANG KEKAL

Written By Unknown on Kamis, 14 Februari 2013 | 07.34


“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat maka Kami tambahkan keuntungan itu baginya.”  (QS. asy-Syuro: 20)

Disadari ataupun tidak, kehidupan kita di dunia ini merupakan perjalanan menuju kepada Allah
‘azza wa jalla, yang kelak di hadapan Allah ta’ala kita akan mempertanggungjawabkan seluruh yang kita kerjakan di dunia ini. Kehidupan di dunia ini adalah kehidupan sementara. Tidaklah ada kenikmatan dan kesenangan di dalamnya, melainkan keduanya bersifat sementara dan memperdayakan. Allah ‘azza wa jalla menjelaskan, “Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (palsu).” (QS. al-Hadid: 20)
Dan sebaliknya kehidupan di akhirat kelak adalah kehidupan yang sesungguhnya dan kekal abadi.
Sebagaimana Allah ‘azza wa jalla menerangkan, “Dan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.”
(QS. al-A’la: 17)
Pada kehidupan akhirat terdapat azab dan ampunan dari Allah ‘azza wa jalla serta keridhaan-Nya.
Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan
ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.” (QS. al-Hadid: 20)
Pembaca yang budiman -semoga senantiasa dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala-, kehidupan
kita di dunia ini adalah nikmat kesempatan dari Allah subhanahu wa ta’ala bagi kita untuk menyiapkan
bekal menuju kehidupan yang kekal. Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah mengingatkan hamba-
hamba-Nya agar senantiasa menyiapkan bekal, sebagaimana Allah ta’ala berfirman: “Dan hendaknya
setiap orang memperhatikan apa yang telah ia persiapkan untuk hari esok (Akhirat).”  (QS. al-Hasyr: 18)
Lalu apakah bekal tersebut? Apakah bekal tersebut adalah harta yang dikumpulkan dan dihitung-
hitung di dunia ini? Ataukah teman setia yang selalu menemani kita? Ataukah rumah mewah yang tak
lelah menaungi kita? Sungguh, “tidak” jawabannya. Berikut kami hadirkan kepada pembaca sekalian
hakikat dari bekal tersebut, kiat-kiat meraihnya dan balasan bagi orang-orang yang berbekal dengan
bekal tersebut.

HAKIKAT BEKAL MENUJU KEHIDUPAN YANG KEKAL


Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Bekal yang Allah dan Rasul-Nya tunjukkan kepada kita adalah sebagaimana terdapat dalam
firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Dan berbekallah kalian, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (al-Baqarah: 197)
Sungguh tak lagi asing bagi kita bahwa hakikat dari takwa adalah menjalankan ketaatan kepada
Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya dengan mengikhlaskan niat hanya kepada-Nya serta di
atas petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

KIAT-KIAT MERAIH BEKAL MENUJU KEHIDUPAN YANG KEKAL


1. Menuntut Ilmu Agama


Menuntut ilmu agama merupakan kiat terpenting bagi seorang hamba dalam menyiapkan bekal
menuju kehidupan kekal. Jika kita amati, betapa banyak saudara-saudara kita yang menguasai berbagai
cabang ilmu dunia, namun sangat disayangkan, ia lalai akan ilmu agama. Lalu bagaimana mereka
dapat beribadah dengan benar tanpa ilmu syar’i? Bagaimana pula mereka dapat mentauhidkan Allah
subhanahu wa ta’ala dengan benar? Dan bagaimana mereka menyiapkan bekal untuk kehidupan yang
kekal tanpa ilmu syar’i?

Pembaca yang budiman, ketahuilah, bahwasanya dengan ilmu syar’i tersebutlah seorang hamba
mendapat petunjuk untuk menjalankan ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla dan menjauhi larangan-
larangan-Nya. Sebagaimana Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah membawakan
Firman Allah ta’ala: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak
mengetahui? Sebenarnya hanya orang-orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.”
(QS. az-Zumar: 9), lalu beliau rahimahullah berkata, “Tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang
tidak berilmu, sebagaimana tidak sama orang yang masih hidup dan orang yang telah mati, dan antara
orang yang dapat mendengar dan orang yang tuli. Ilmu adalah cahaya yang dengannya seorang hamba
mendapatkan petunjuk dan dengannya pula ia keluar dari kegelapan menuju terangnya cahaya.”  
(Kitab al-‘Ilmi, hal. 13)

2. Merasa Diawasi Allah subhanahu wa ta’ala


Sungguh, tidak ada yang sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah subhanahu wa ta’ala dari semua
yang tersimpan di dalam hati, terucap dengan lisan dan apa saja yang diperbuat oleh anggota badan.
Allah menerangkan, "(Allah) mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang
engkau rahasiakan dan apa yang engkau nyatakan. Dan Allah Maha mengetahui segala isi hati." (QS.
at-Taghaabun: 4)
Ketika seorang hamba merasa senantiasa diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala, ia akan berhati-
hati di dalam berkata, berbuat dan menyisipkan sesuatu dalam hatinya. Syaikh Abdulazhim bin Badawi
hafizhahullah bertutur, "Sesungguhnya muraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah ta’ala) membantu
seorang hamba untuk berpegang teguh dengan segala yang diwajibkan Allah ta’ala dan menjauhi
segala yang dilarang-Nya." (‘Ilmu ad-Din, hal. 99)

3. Introspeksi Diri


Tidak ada seorangpun di antara hamba-hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak pernah melakukan
kesalahan dan dosa, maka dari itu introspeksi diri adalah sikap yang paling bijak yang harus dilakukan
seorang hamba.
Allah ta’ala berfirman, “Dan hendaknya setiap insan memperhatikan apa yang telah ia persiapkan
untuk hari esok (Akhirat).” (QS. al-Hasyr: 18)
Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari rahimahullah menafsirkan ayat tersebut,
“Hendaknya setiap orang di antara kalian, menyiapkan amalan apa saja untuk menghadapi hari akhir,
apakah amal-amal shalih (yang telah ia siapkan) yang akan menyelamatkannya atau amalan-amalan
keburukan yang akan membinasakannya?” (Jami’ al-Bayan ‘an Ta`wil Ayat al-Qur’an, hal. 27 Jilid 14)
Dengan introspeksi diri seorang hamba dapat menyadari, betapa banyak dosa dan kesalahan yang
menghiasi dirinya. Kesadaran inilah yang menjadi salah satu sebab Allah ta’ala memberikan hidayah
kepadanya untuk menjalankan ketaatan dan menjauhi larangan-larangan Allah ta’ala.

4. Memilih Teman yang Baik


Berteman dengan orang yang baik sangat membantu seorang hamba dalam menyiapkan bekal untuk
kehidupan yang kekal. Mengapa demikian? Karena yang orang baik adalah teman yang senantiasa
berusaha menjalankan ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berusaha menjauhi larangan-larangan-
Nya.
Teman dengan kriteria yang demikian akan memberikan motivasi dan pengaruh yang besar bagi
siapapun yang dekat dengannya dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan menjauhi larangan-
larangan-Nya. Sungguh benar ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Permisalan teman
yang baik dan teman yang buruk ibarat penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi
mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau dapat membeli minyak wangi darinya, dan
kalaupun tidak, engkau tetap mendapat bau harum darinya. Sedangkan seorang pandai besi, bisa jadi
(percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya
yang tak sedap.” (HR. al-Bukhari no.5534 dan no. 2101 dari sahabat Abu Musa radhiyallahu ‘anhu).
Lalu sudahkah kita memilih teman yang baik?

5. Berdoa kepada Allah ‘azza wa jalla


Berdoa kepada Allah ‘azza wa jalla merupakan upaya yang sangat penting bagi seorang hamba untuk
menyiapkan bekal menuju kehidupan yang kekal. Karena dengan berdoa, Allah ‘azza wa jalla akan
memudahkannya dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya dan dalam menjauhi larangan-larangan-Nya.
Dan sebuah lafadz doa yang cukup mencakup sebagaimana dalam firman Allah ‘azza wa jalla:

"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqan:74)

BALASAN BAGI MEREKA YANG MENYIAPKAN BEKAL


Ketika seorang hamba berbuat kebaikan dengan ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada balasan yang layak baginya melainkan kebaikan pula.
Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

“Tidak ada balasan untuk kebaikan melainkan kebaikan (pula).” (QS. ar-Rahman: 60)
Lalu balasan apakah yang layak bagi seorang hamba yang menyiapkan bekal untuk kehidupan yang
kekal? Berikut sekelumit dari sekian banyak balasan-balasan yang Allah ta’ala janjikan:

Allah subhanahu wa ta’ala akan memudahkan segala urusannya di dunia dan memberinya

rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah,
maka Allah akan memberinya jalan keluar. Dan memberinya rezeki yang tidak disangka-
sangka.” (QS. at-Thalaq: 2-3)

Allah subhanahu wa ta’ala akan menjadikannya mulia di sisi-Nya.


Allah ta’ala berfirman,

"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa." 
(QS. al-Hujurat: 13)

Allah ta’ala akan menyelamatkannya dari api neraka.


Firman-Nya subhanahu wa ta’ala, “Kemudian kami menyelamatkan orang-orang yang
bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.”
(QS. Maryam: 72)

Allah subhanahu wa ta’ala menyediakan surga yang penuh kenikmatan baginya.


Allah ta’ala berfirman, “Berlomba-lombalah kalian untuk mendapatkan ampunan dari
Rabb kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS. al-Hadid: 21)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa
berada dalam surga dan kenikmatan.” (QS. ath-Thur: 17)

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kita semua termasuk dari hamba-hamba-Nya yang
menyiapkan dan meraih bekal untuk kehidupan yang kekal, hingga Ia memperkenankan kita memasuki
surga-Nya yang penuh kenikmatan.

| Oleh: Abu Abdillah Irsan al-Atsary |

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS