Tidak diragukan lagi bahwa pahala yang akan didapatkan oleh orang yang
melaksanakan shalat lima waktu amatlah besar. Bahkan, tidak hanya pahala shalat yang
akan ia dapat, akan tetapi juga pahala wudhu yang menjadi salah satu syarat sahnya shalat
dan pahala langkah kakinya menuju masjid. Kedua hal tersebut menjadi rutinitas yang ia
kerjakan sebelum melaksanakan shalat di masjid.
Hal ini sepantasnya diketahui agar jiwa kita termotivasi untuk mendapatkan
ganjaran yang demikian besarnya. Demikian pula agar hilang rasa malas yang dapat
menghalangi seseorang dari mendapatkan ganjaran dari Allah yang luar biasa. Karena, setan
dengan berbagai cara selalu berusaha membuat manusia malas dari mengerjakan shalat
lima waktu atau menyempurnakannya.
BEBERAPA KEUTAMAAN WUDHU DAN BERJALAN KE MASJID
Di antara keutamaan wudhu adalah dihapuskannya dosa-dosa yang dilakukan oleh
anggota badan kita. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: “Barangsiapa berwudhu, kemudian dia menyempurnakan wudhunya, niscaya
keluarlah kesalahan-kesalahannya (dosa-dosanya) dari jasadnya, hingga keluar dari bawah
kuku-kukunya.” (HR. Muslim no. 254, Bahjatun Nadhirin Syarh Riyadhish Shalihin 2/224)
Wudhu yang dapat menghapuskan dosa tidaklah sembarang wudhu, akan tetapi
wudhu yang dilakukan dengan tata cara yang sesuai dengan tata cara yang diajarkan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat beliau. Hal ini diterangkan
dalam sebuah hadits dari Utsman bin ‘Affan radhiyallahu, beliau berkata, “Aku pernah
melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu seperti wudhuku ini, lalu (ketika
itu) Nabi bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu (dengan tata cara) seperti ini, niscaya
diampuni dosanya yang telah lalu. Dan shalat, serta langkahnya menuju masjid menjadi
tambahan (pahala).” (HR. Muslim no. 229, Bahjatun Nadhirin 2/225)
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“…..berwudhu (dengan tata cara) seperti ini..…” menunjukkan, bahwa wudhu yang dapat menghapuskan dosa adalah yang sesuai dengan cara wudhu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, ulama menjelaskan bahwa “Wudhu tidaklah menghapuskan dosa, kecuali jika sesuai dengan tata
cara wudhunya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”
Kemudian, langkah kaki seorang muslim yang telah berwudhu dari rumahnya, lalu
menuju masjid dalam rangka melaksanakan shalat lima waktu juga mengandung pahala dan
kebaikan yang sangat besar. Yaitu, salah satu langkah kakinya mengangkat derajat dan
langkah yang satunya menghilangkan dosa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang telah bersuci
di rumahnya, kemudian dia menuju ke salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah
(masjid-masjid) yang ada untuk melaksanakan satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban
yang ada, maka langkah-langkah kakinya, salah satu (langkah)nya menghapus dosa dan
yang lainnya mengangkat derajat.” (HR. Muslim no. 666, Bahjatun Nadhirin 2/237)
Dari sini kita pahami, bahwa semakin jauh jarak yang ia tempuh, semakin besar pula
pahalanya. Sebagaimana dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang
paling jauh langkahnya menuju shalat, kemudian yang paling jauh lagi, dan yang menunggu
shalat sampai dia melaksanakan shalat bersama dengan imam lebih besar pahalanya dari
pada yang shalat, kemudian tidur.” (HR. Bukhari 2/137 dalam Fathul Baari, Muslim no. 662,
Bahjatun Nadhirin (2/239)
BEBERAPA KEUTAMAAN SHALAT LIMA WAKTU
[1]. Dapat mencegah dari perbuatan dosa dan maksiat.
Maksudnya adalah shalat lima waktu yang ditegakkan dengan memenuhi rukun-
rukunnya, syarat-syaratnya, serta khusyu’ dalam pelaksanannya. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.”
(QS. al-‘Ankabut: 45)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Keberadaan shalat
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar adalah sebagai berikut, bahwa seorang hamba
yang menegakkan shalat, menyempurnakan rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, serta
khusyu’, maka bersinarlah hatinya, bersihlah sanubarinya, bertambahlah imannya, semakin
kuat kecintaannya kepada kebaikan, serta berkurang, atau bahkan hilang keinginannya
kepada keburukan. Maka sudah barang tentu, konsisten dirinya dalam menegakkan dan
menjaga shalat dengan bentuk yang seperti tersebut di atas mampu mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar. Inilah di antara tujuan terbesar shalat dan buahnya.” (Taisirul
Karimir Rahman fi Tafsiril Kalamil Mannan, hal. 885)
Demikianlah shalat yang mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Sehingga,
manakala kita dapati seorang muslim yang secara lahiriah telah melaksanakan shalat,
namun masih saja dia melakukan perbuatan keji maupun mungkar, maka bukan ayatnya
yang salah, akan tetapi dialah yang patut mengoreksi diri. Sudahkah kita penuhi rukun-
rukun shalat, sudahkah kita penuhi syarat-syaratnya dan sudahkah kita khusyu’?!
Seandainya kita mampu khusyu’, maka seberapa lamakah ke-khusyu’-an itu bertahan?!
[2]. Sebagai penghapus dosa.
Hal ini berlaku, jika seorang hamba menyempurnakan wudhu sebelum
melaksanakan shalat, kemudian dia ikhlas dalam melaksanakannya, serta khusyu’ ketika
shalat, ditambah dia tinggalkan dosa-dosa besar, seperti berzina, minum khamr (arak),
mencuri, dan lain-lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang
datang kepadanya shalat wajib, lalu dia sempurnakan wudhunya, serta khusyu’nya, kecuali
shalat tersebut menjadi penebus bagi apa yang telah berlalu dari dosa-dosa, selama tidak
dilanggar dosa-dosa besar dan yang demikian itu satu masa seluruhnya.” (HR. Muslim no.
228, Bahjatun Nadhirin 2/233)
[3]. Nabi mengumpamakan shalat lima waktu dengan sebuah sungai yang airnya jernih
yang mampu membersihkan noda dan kotoran.
Sehingga orang yang shalat lima waktu seolah-olah dia mandi di sungai tersebut
sehari lima kali. Tentu saja kotoran ditubuhnya hilang tak berbekas. Sebagaimana hadits
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagaimana pendapat kalian dengan sebuah sungai
yang ada di depan pintu (rumah) seorang dari kalian, yang dia mandi di situ setiap hari
sebanyak lima kali, apakah masih tersisa sedikit dari kotorannya?” Para shahabat
menjawab, “Tidak tersisa sedikitpun dari kotorannya.” Nabi bersabda, “Demikian inilah
permisalan shalat yang lima (waktu), Allah menghapus kesalahan-kesalahan dengan shalat
lima waktu tersebut.” (HR. Bukhari 2/11 dalam Fathul Baari, Muslim no. 667, Bahjatun
Nadhirin, 2/232)
Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang mencium wanita yang haram baginya,
laki-laki tersebut menyesal dan merasa bersalah. Kemudian ia menghadap Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan menceritakan masalahnya itu, maka Allah ta’ala menurunkan ayat,
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan sore). Dan pada bahagian
permulaan dari pada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus
(dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud: 114) Kemudian, orang itu bertanya lagi
kepada Nabi , “Apakah ayat ini hanya untukku saja?” Nabi menjawab, “Untuk umatku
seluruhnya.” (HR. Bukhari 2/8 dalam Fathul Baari, Muslim (2763), Bahjatun Nazhirin 2/233)
[4]. Akan menjadi cahaya, penolong dan bukti di akhirat kelak bagi yang benar-benar
menjaganya.
Pada suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan tentang shalat lalu
beliau bersabda, “Barangsiapa yang menjaga shalat (lima waktu), maka shalat itu menjadi
cahaya baginya, bukti keterangan dan penyelamat pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang
tidak memelihara shalat (lima waktu), maka shalat itu baginya tidak akan menjadi cahaya,
bukti keterangan dan penyelamat. Dan pada hari kiamat nanti ia akan (dikumpulkan)
bersama-sama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad, Thabrani dan
Ibnu Hibban dengan sanad yang baik, al-Masaa-il, Jilid 2 hal. 278, Abdul Hakim Abdat)
Hadits tersebut, selain menerangkan tentang keutamaan yang besar bagi siapa saja
yang menjaga shalat lima waktu, juga mengabarkan tentang ancaman dan kerugian yang
menimpa orang yang tidak menjaga shalat lima waktu. Kerugian tersebut adalah: Shalat
yang tidak dia kerjakan dengan baik dan benar itu, di hari kiamat kelak tidak akan menjadi
cahaya, bukti dan penyelamat, pada hari kiamat mereka akan dikumpulkan bersama orang-
orang yang terlaknat, seperti Qarun, Fir’aun, Haman (Perdana Menteri Fir’aun) dan Ubay bin
Khalaf. Perinciannya:
• Orang yang meninggalkan shalat, karena disibukkan dan dibimbangkan dengan harta,
maka dia akan dikumpulkan di Neraka bersama dengan Qarun,
• Orang yang meninggalkan shalat, karena memegang pemerintahan dan kekuasaan,
maka dia akan dikumpulkan di Neraka bersama dengan Fir’aun,
• Orang yang meninggalkan shalat, karena mempunyai kedudukan di dalam
pemerintahan, maka dia akan dikumpulkan di Neraka bersama dengan Haman,
• Sedang orang yang meninggalkan shalat, karena urusan perniagaan atau perdagangan,
maka dia akan dikumpulkan di Neraka bersama dengan Ubay bin Khalaf.
Demikianlah keterangan Syaikhul Islam kedua Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
rahimahullah. (Lihat, al-Masaa-il Jilid 2 hal. 278-279, karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir
Abdat hafizhahullah)
Orang yang meninggalkan shalat lima waktu dan dia mengingkari wajibnya shalat,
maka para ulama sepakat tentang kafirnya orang ini. Sedangkan, orang yang meninggalkan
shalat lima waktu, akan tetapi dia masih mengakui kewajiban shalat lima waktu, maka inilah
yang diperselisihkan para ulama tentang kekafirannya.
Yang jelas, orang yang meninggalkan shalat lima waktu adalah orang yang sangat
merugi, karena amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Jika
shalatnya baik, maka beruntunglah dia dan jika shalatnya buruk, maka dia merugi dan
sengsara.
Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali
dihisab dari amal ibadah seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya
itu baik, maka dia sukses dan beruntung, dan jika rusak shalatnya, maka dia merugi dan
sengsara …” (HR. Abu Dawud no. 864, at-Tirmidzi 413, dan dishahihkan oleh penulis kitab
Bahjatun Nadhirin, 2/255)
[Oleh: Muhammad Nashihuddin al-Faruqi]
0 komentar:
Posting Komentar