Di antara musibah besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah
merajalelanya kesyirikan, tidak peduli terhadap urusan agama dan sibuk dengan urusan
dunia. Oleh karena itu banyak di antara mereka yang terjerumus ke dalam hal-hal yang Allah
haramkan lantaran sedikitnya pemahaman tentang permasalahan agama. Dan jurang terdalam
yang mana mereka terjerumus di dalamnya ialah lembah hitam kesyirikan.
Syirik adalah mempersekutukan Allah dalam hal ibadah. Syirik merupakan lawan dari
tauhid, yakni mengesakan Allah dalam hal ibadah, yang merupakan inti ajaran setiap Rasul
yang diutus oleh Allah. Dan tauhid yang sempurna haruslah terbebas dari noda kesyirikan.
Akar kesyirikan adalah kebodohan manusia terhadap Allah. Manusia tidak
mengenal Allah dengan baik, sehingga ia pun tidak mengenal tata cara beribadah yang
benar kepada-Nya. Adakalanya manusia sadar bahwa dirinya telah berbuat syirik, namun
karena kesombongannya untuk menerima kebenaran maka ia tetap teguh di atas kesyirikan,
sebagaimana yang terjadi pada kaum musyrikin di jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Di sisi lain, adapula manusia yang benar-benar bodoh karena tidak menyadari bahwa
dirinya sedang terjerumus dalam kesyirikan, sedangkan ia merasa bahwa dirinya sedang
beribadah kepada Allah dengan peribadatan yang sempurna. Inilah yang pada umumnya
terjadi di masa sekarang, dimana orang-orang yang mempersembahkan peribadatan kepada
selain Allah merasa bahwa mereka sedang beribadah dengan benar kepada Allah ta’ala.
HAKEKAT KESYIRIKAN
Orang-orang musyrik mempersembahkan peribadatan kepada selain Allah disebabkan
oleh salah satu dari dua hal berikut:
Pertama: Mereka menganggap bahwa sekutu-sekutu Allah yang mereka sembah
itu memiliki kekuasaan yang sama dengan kekuasaan Allah, seperti kemampuan Dewi Sri
menumbuhkan tanaman padi sebagaimana Allah pun dapat melakukannya, kemampuan
“penjaga gunung” mendatangkan gempa bumi sebagaimana Allah pun dapat melakukannya.
Kedua: Mereka menganggap bahwa sekutu-sekutu tersebut sekedar wasilah
(perantara) untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti berdoa pada orang-orang
yang dianggap wali agar hajat mereka dapat segera tersampaikan kepada Allah. Mereka
menganggap Allah seperti raja yang sulit untuk mengetahui seluruh kebutuhan rakyatnya bila
tidak dibantu oleh para pendamping yaitu wasilah.
Perbuatan dosa yang paling besar ini begitu samar bagi kebanyakan manusia lantaran
kejahilan mereka. Juga karena setan yang berusaha keras untuk menyesatkan manusia
sebagaimana yang dikisahkan Allah tentang sumpah iblis, "Karena Engkau telah menghukum
saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus."
(QS. al-A'rof: 16)
Bahkan kesyirikan hasil tipu daya iblis yang terjadi pada masa kita sekarang ini lebih
parah dari pada kesyirikan yang terjadi pada jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!!
Kenapa bisa demikian? Mari kita lihat jawabannya dengan melihat beberapa fenomena
berikut.
• Kemusyrikan Jaman Dahulu Hanya Di Waktu Lapang
Orang-orang musyrik pada jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
kesyirikan hanya ketika dalam keadaan lapang saja. Namun tatkala mereka dalam keadaan
sempit, terjepit, susah dan ketakutan mereka kembali mentauhidkan Allah, hanya berdoa
kepada Allah saja dan melupakan segala sesembahan selain Allah. Hal ini sebagaimana
dikabarkan oleh Allah tentang keadaan mereka dalam banyak firman-Nya, diantaranya:
"Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali
Dia (Allah), maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan kamu berpaling. Dan manusia
itu adalah selalu tidak berterima kasih."(QS. al-Isra': 67)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya. Dan tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka
(kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. al-‘Ankabut: 65)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat tersebut: “Kemudian Allah
menerangkan bagaimana tauhid kaum musyirikin tatkala mereka berada dalam mara bahaya
dan ketakutan yang mencekam, yakni ketika mereka berada di atas bahtera. Pada saat mereka
ditimpa ombak yang besar di tengah lautan, mereka meninggalkan sesembahan mereka yang
lain dan mereka hanya berdoa kepada Allah semata (sebab mereka yakin bahwa yang hanya
bisa menolong mereka pada saat itu adalah Allah semata). Namun tatkala mara bahaya itu
hilang dari mereka dan Allah telah menyelamatkan mereka hingga daratan, maka tiba-tiba saja
mereka kembali mempersekutukan Allah dengan tandingan-tandingan, padahal tandingan
tersebut mereka yakini tidaklah mampu menyelamatkan mereka.” (Taisir Karim ar-Rahman)
Itulah keadaan kaum musyrikin jaman dahulu, lantas bagaimana dengan keadaan
orang-orang yang berbuat kesyirikan pada jaman kita ini? Ternyata sama saja bagi orang-orang
musyrik di jaman ini, baik pada waktu lapang ataupun sempit, tetap saja mereka menjadikan
sekutu bagi Allah. Tatkala punya hajatan (misalnya pernikahan, membangun rumah ataupun
yang lainnya) mereka mempersembahkan sesajen ke tempat-tempat yang dianggap keramat.
Diantara mereka ada pula yang apabila ditimpa kesusahan atau mara bahaya, tidak
meminta pertolongan kepada Allah semata (sebagaimana kaum musyrik dulu), namun ia
malah mendatangi dukun-dukun, paranormal-paranormal, ataupun dengan istilah yang lebih
unik yaitu Juru Kunci yang pada dasarnya mereka sendiri tidak berkuasa sedikitpun untuk
menghindarkan diri dari mara bahaya.
Mereka mendatanginya untuk meminta penolak bala, nasihat-nasihat penolak bala seperti
membuat sesajen-sesajen dan ritual-ritual yang tidak ada dalam ajaran Islam. Bahkan
kesyirikan tersebut diperparah dengan bungkusan-bungkusan “Islami”, seperti membacakan
kertas-kertas atau buah-buahan atau sayur lodeh dan sesajen lainnya dengan ayat-ayat al-
Quran. Na’udzu Billah min dzalik. Sehingga manusia yang tidak memiliki tauhid dan akal yang
sehat menganggap kesyirikan tersebut sebagai syariat Islam.
Ini adalah bentuk kesyirikan kepada Allah yang amat nyata. Firman-Nya: "Hanya
bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan sesuatu yang mereka sembah selain
Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang
membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal
air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan ibadah orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia
belaka." (QS. ar-Ra'du: 14)
Bukankah kondisi ini lebih parah bila dibandingkan dengan kondisi kaum musyrikin
dahulu? Semoga Allah ‘azza wa jalla memberi petunjuk kepada kita dan seluruh kaum
muslimin.
• Musyrikin Jaman Dahulu tidak Menyekutukan Allah dalam Rububiyah-Nya
Tauhid Rububiyah adalah mengikrarkan bahwa Allah-lah satu-satunya Pencipta
segala sesuatu, yang memberikan rizki, yang menghidupkan dan mematikan serta hal-hal yang
merupakan kekhususan bagi Allah. Ini semua diakui oleh orang-orang musyrik jaman dahulu.
Sebagaimana yang Allah ta’ala kisahkan tentang mereka di dalam firman-Nya:
"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka,
niscaya mereka menjawab: "Allah." Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari
menyembah Allah)?." (QS. az-Zukhruf: 87)
Juga dalam firman-Nya: "Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari
langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan,
dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang
mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan
menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" (QS.
Yunus: 31)
Akan tetapi titik penyimpangan mereka yaitu kesyirikan dalam Tauhid Uluhiyah, yaitu
mengikrarkan bahwa hanya Allah sajalah yang berhak ditujukan kepada-Nya segala bentuk
ibadah, seperti doa, nadzar, menyembelih kurban, dll.
Inilah yang diingkari oleh musyrikin jaman dulu. Mereka berdoa kepada patung atau
penghuni kubur bukan dengan keyakinan bahwa patung itu bisa mengabulkan doa atau punya
kekuasaan untuk mendatangkan keburukan, namun yang mereka maksudkan hanyalah supaya
patung (sebagai perwujudan dari orang shalih) atau penghuni kubur itu dapat menyampaikan
doa mereka kepada Allah.
Mereka berkeyakinan bahwa orang shalih yang telah diwujudkan dalam bentuk
gambar atau patung tersebut mempunyai kedudukan mulia di sisi Allah. Sementara mereka
merasa banyak berbuat dosa dan maksiat, sehingga tidak pantas bila meminta secara langsung
kepada Allah, maka itu harus melalui perantara. Inilah yang mereka kenal dengan meminta
syafaat pada sesembahan mereka. Mereka (orang-orang musyrik) mengatakan: "Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat- dekatnya." (QS. az-Zumar: 3)
Lalu bagaimanakah kondisi sebagian orang yang mengaku-ngaku merupakan bagian
dari kaum muslimin sekarang. Di antara mereka ada yang meyakini bahwa ada penguasa lain di
alam ini, ada yang meyakini bahwa yang menguasai pantai laut selatan adalah Nyi ini dan Nyi
itu, yang menguasai (atau dalam bahasa mereka “mbahu rekso”) Gunung Merapi adalah mbah
ini dan itu, yang menguasai jembatan ini, pohon ini dan yang menyuburkan pertanian adalah
mbah anu dan lain sebagainya !!!
• Orang-Orang Musyrik Dahulu Lebih Paham Makna Kalimat La ilaha illallah dari pada
Orang-Orang Musyrik Sekarang.
Makna kalimat tauhid la ilaha illallah adalah tiada tuhan yang berhak diibadahi
kecuali Allah. Kaum Musyrikin jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh sangat
mengetahui dan faham betul tentang makna kalimat tauhid. Ketika mereka diseru oleh Nabi
yang mulia dengan ungkapan: “Katakanlah La ilaha illallah niscaya kalian beruntung”. Mereka
mengatakan: “Apakah dia (Muhammad) akan menjadikan tuhan-tuhan kita hanya satu saja,
sungguh ini adalah suatu yang aneh?” (QS. Shad: 5)
Mereka enggan mengucapkan syahadat la ilaha illallah sebab mereka benar-benar
paham bahwa maksud syahadat tersebut adalah tidak bolehnya menyembah sesuatu selain
Allah, baik itu memberi sesajen, menujukan doa kepada orang yang dianggap shalih, dan
berbagai bentuk peribadatan lainnya.
Adapun orang-orang musyrik sekarang, mereka mengartikan kalimat laa ilaaha
illallah dengan tiada tuhan selain Allah. Makna ini sangat keliru karena kenyataannya tuhan-
tuhan yang disembah selain Allah itu sangat banyak. Dan juga seandainya makna ini benar,
maka sungguh orang-orang musyrik dahulu tidak akan diperangi dan dibunuh oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mereka juga meyakini makna ini. Namun ternyata
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerangi mereka karena keyakinan itu belum
cukup untuk memasukkan mereka ke dalam agama Islam.
• Sesembahan Kaum Musyrikin Dahulu Lebih Baik Keshalihannya
Orang-orang musyrik pada jaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan
sekutu bagi Allah dari dua kelompok; yang pertama adalah hamba-hamba Allah yang shalih,
baik dari kalangan para nabi, malaikat ataupun wali. Dan yang kedua adalah seperti pohon,
batu, dan lainnya. Lalu bagaimana keadaan orang-orang musyrik jaman kita? Saking parahnya
keadaan mereka, orang-orang yang telah mereka kenal sebagai orang yang suka bermaksiat
pun mereka ibadahi dan diharapkan berkahnya. Orang yang mereka kenal telah ‘menamatkan’
shalat juga mereka sembah.
Lihatlah, betapa orang-orang musyrik jaman dahulu lebih berakal daripada orang-
orang musyrik sekarang. Karena maraknya bentuk-bentuk kesyirikan dan samarnya hal
tersebut, sudah seharusnya kita semua mempelajari ilmu tauhid agar dapat menghindarkan
diri dari segala macam bentuk kesyirikan sejauh-jauhnya. Sungguh betapa jahilnya orang yang
mengatakan “Untuk apa belajar tauhid sekarang ini?”.
Akhirnya kita memohon taufik kepada Allah agar dijauhkan dari berbagai macam
bentuk kesyirikan, baik yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui, karena kesyirikan
memang merupakan sebab kehancuran di dunia dan akhirat.
Wallahu a'lam.
[Oleh: Sofyan Hadi]
0 komentar:
Posting Komentar