Perlu kita yakini bersama bahwa para sahabat Rasulullah n adalah manusia yang paling mulia dan yang paling baik hatinya setelah Para nabi dan rasul. Merekalah bintang-bintang yang memperjuangkan dan membela agama ini serta berdakwah dengan ilmu dan pedang. Merekalah yang telah disabdakan oleh Nabi n dalam sebuah hadits :
“Bintang-bintang adalah pengaman bagi langit, apabila bintang itu telah pergi, maka akan datang apa yang dijanjikan kepada langit (yakni kehancuran), dan aku adalah pengaman bagi para sahabatku, apabila aku telah tiada, maka akan datang perkara yang dijanjikan kepada mereka (yakni berbagai fitnah, peperangan dan perselisihan hati), sedangkan para sahabatku adalah pengaman bagi umatku, seandainya mereka telah tiada, maka akan datang perkara yang dijanjikan kepada umatku (yakni munculnya berbagai bid'ah, hawa nafsu, akidah yang berbeda-beda, dll.).” (HR. Muslim no. 2531)
Rasulullah n menjadikan kedudukan para sahabat di tengah-tengah umat ini berkedudukan sebagai bintang-bintang (penjaga) langit.
Mereka telah dipuji dan mendapatkan rekomendasi dari Allah dengan keridhoan dan merekapun Ridho kepada Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (QS. at-Taubah: 10)
Rasulullah n juga merekomendasikan mereka dengan sebaik-baik manusia dan sebaik-baik generasi. Sabda beliau:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian sesudah mereka (tabi’in), kemudian sesudah mereka (tabi’ut tabi’in). (HR, Bukhari no. 3451 dan Muslim no.2533)
Maka itu, sudah sepatutnya bagi kaum muslimin untuk mengetahui dan memahami hak-hak mereka sebagai generasi terbaik umat ini.
KEWAJIBAN SEORANG MUSLIM TERHADAP PARA SAHABAT
1. Mengikuti Jejak Mereka.
Metode para sahabat merupakan metode yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah ta’ala dalam banyak ayat al-Quran dan oleh Rasulullah n di dalam as-Sunnah. Di antara adalah:
Keterangan dari al-Qur’an Allah ta’ala berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat.” (QS. al-Fatihah: 6-7)
Ibnul Qayyim v berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah n, merekalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Firman Allah ta’ala: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa`: 115)
Ayat ini juga menunjukkan bahwasanya mengikuti Rasulullah n adalah sebesar-besar prinsip dalam Islam yang mempunyai konsekuensi wajibnya umat Islam untuk mengikuti jalannya kaum mukminin, dan jalannya kaum mukminin adalah perkataan dan perbuatan para sahabat ridhwanullahu ‘alaihim ajma’iin.
Karena, ketika turunnya wahyu tidak ada orang yang beriman kecuali para sahabat, sebagaimana firman-Nya:
“Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman.” (QS. al-Baqarah: 285)
Orang Mukmin ketika itu hanyalah para sahabat. Ayat di atas menunjukkan bahwa mengikuti jalan
para Sahabat dalam memahami Syariat merupakan kesalahan dan kesesesatan.
Keterangan dari Hadist
Dalam sebuah hadits disebutkan tentang kewajiban kita mengikuti manhaj Salafush Shalih (para sahabat). Hadits tersebut terkenal dengan hadits ‘Irbadh bin Sariyah, yang terdapat dalam kitab al-Arbain an-Nawawiyah karya Imam Nawawi v no. 28.
Al-‘Irbadh bin Sariyah zberkata: “Suatu hari Rasulullah n pernah shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan kami nasehat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati bergetar, hingga seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasehat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat.’ Maka Rasulullah n: “Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertaqwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kamu adalah seorang budak Habasiyyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat.’” (HR. Ahmad no. 126-127)
Dalam hadist ini Nabi n mengabarkan bahwasanya akan terjadi perpecahan dan perselisihan pada ummatnya. Kemudian n memberikan jalan keluar untuk selamat dunia dan akhirat, yaitu dengan mengikuti tuntunan beliau dan tuntunan para sahabatnya, yakni khulafaaur Rasyidin. Hal ini menunjukkan tentang wajibnya mengikuti sunnah Nabi n dan sunnah para sahabatnya ridhwanullahu ‘alaihim jami’an.
Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah n menyebutkan tentang hadits iftiraq (terpecahnya ummat ini menjadi 73 golongan), beliau bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya ahlul Kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di Neraka kecuali satu golongan, yaitu al-Jama’ah.” (HR. Ahmad no. 16937)
Hadits ini menunjukkan bahwa ummat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, semua binasa kecuali satu golongan yaitu mereka yang mengikuti apa yang dilaksanakan Rasulullah n dan para Sahabatnya. Jadi jalan keselamatan itu hanya satu, yaitu mengikuti al-Qur-an dan as-Sunnah menurut pemahaman Salafus Shalih (para Sahabat).
2. Mencintai mereka.
Kita sebagai seorang muslim sepatutnyalah mencintai para sahabat, menghormati mereka, mendoakan dan mendakwahkan kebaikan mereka serta membenci orang yang membenci mereka. Sebab orang yang mencintai para sahabat akan dicintai Allah, dan sebaliknya jika ia membencinya maka Allah juga akan membencinya. Sebagaimana yang telah disabdakan Nabi kita:
“Tidaklah orang yang mencintai sahabat-sahabat kaum anshar kecuali dia seorang mu’min dan tidaklah orang yang membenci mereka kecuali dia seorang munafik. Maka barang siapa yang mencintai mereka niscaya Allah akan mencintai mereka, dan siapa yang membenci mereka maka Allah akan membencinya.” (HR. Bukhari no. 3783)
Bahkan lebih dari itu, Rasulullah n menjadikan kecintaan kepada mereka sebagai tanda keimanan, dan membenci mereka termasuk kemunafikan. sabda beliau:
“Termasuk tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar (para sahabat) dan tanda kemunafikan adalah membenci mereka” ( HR bukhari.no.3784)
3. Berdiam diri terhadap perselisihan yang terjadi di antara mereka dan tidak mencela mereka.
Salah satu prinsip akidah ahlussunnah adalah tidak mengungkit-ungkit perpecahan yang terjadi di antara sahabat, serta bersihnya hati dan lisan mereka dari mencela para sahabat. Hal ini telah digambarkan oleh Allah ta'ala ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka. Firman-Nya:
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan: ‘Ya Allah, ampunilah kami dan saudara-suadara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman, Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (QS. al-Hasyr : 10)
Dan sesuai dengan sabda Rasulullah n:
"Janganlah sekali-kali kamu mencela para sahabatku, janganlah sekali-kali kamu mencela para sahabatku, Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, seandainya seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan seorang dari mereka dan tidak pula
setengahnya". (HR. Bukhari no. 3673, dan Muslim no. 6651)
Bahkan Rasulullah n mengancam orang yang mencela para Sahabatnya dengan laknat. Beliau bersabda:
“Barang siapa yang mencela para sahabatku maka baginya laknat Allah, malaikat dan semua manusia.”(Shahih al-Jami’ no. 6285)
Abu Zur’ah ar-Rozi v berkata: “Apabila kamu melihat seseorang yang mencela salah satu sahabat Nabi, maka ketahuilah bahwa dia adalah zindiq (munafiq), karena Rasulullah n adalah benar adanya dan al-Qur`an juga benar. Dan yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah kepada kita adalah para sahabat.
Maka itu, sesungguhnya mereka hanya ingin mencela saksi-saksi kita untuk membatalkan al-Qur’an dan as- Sunnah. Dan sebaliknya, justru merekalah lebih berhak untuk dicela.”
Karena bagaimana mungkin kita akan mencela para sahabat, padahal mereka telah diridhai dan ipuji oleh Allah dan Rasul-Nya, sebaik-baik manusia dan generasi, saksi-saksi kita yang menyampaikan dan memperjuangkan agama ini sehingga sampai kepada kita, maka mencela mereka sama saja dengan
mencela Syari’at Allah.
PENUTUP
Setelah membaca keterangan di atas, semoga kita lebih berantusias untuk mencintai dan meniti jejak Rasulullah n dan para Sahabatnya, menggugah kita untuk mengamalkan dan mendakwahkan tuntunan mereka sehingga penisbatan (penyandaran) diri kita terhadap mereka tidak sia-sia. Amin.
(Oleh: Sufyan Hadi)
0 komentar:
Posting Komentar