UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » , , , » KIAT MERAIH ISTIQAMAH

KIAT MERAIH ISTIQAMAH

Written By Unknown on Kamis, 14 Februari 2013 | 09.02



Dalam kehidupan di dunia yang singkat ini pasti kita semua ingin mempersiapkan bekal untuk
menuju kampung akhirat yang kekal abadi, ingin melakukan semua kebajikan sebagai bekal. Akan tetapi manusia tetaplah manusia yang dibatasi dengan kelemahan, tak berdaya, terbatas dengan ruang dan waktu. Akan tetapi semua keterbatasan itu tidaklah menjadikan kita lemah semangat untuk mendapatkan pahala.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memberikan jalan keluar bagi kita agar senantiasa
mendapatkan limpahan pahala dengan sabda-Nya: “Lakukanlah amal perbuatan sesuai dengan
kemampuan kalian, sesungguhnya Allah tidak akan bosan sampai kalian sendiri yang bosan.” Rasulullah juga mengatakan: “Amal yang dicintai oleh Allah adalah amal yang dilakukan seseorang (terus-menerus) walaupun sedikit.” (HR. Muslim)
Inilah yang dinamakan istiqamah dalam beramal. Banyak di antara kita dengan gagahnya
melakukan ibadah sampai tak menghiraukan kondisinya, tapi sangat disayangkan, kegiatannya tidak
bertahan lama, dia tinggalkan amal tersebut dan berpindah kepada profesi yang lain. Agar tidak terjadi hal eperti ini alangkah baiknya kita belajar tentang istiqamah dan hal-hal yang berkaitan dengannya agar ibadah kita semakin bermakna dan bertahan lama. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin membahas mengenai kiat-kiat agar kita bisa meraih istiqamah dalam beramal.

Kiat-Kiat Meraih Istiqamah
1. Bertakwa Kepada Allah
Bekal yang paling berharga bagi seseorang dalam menjalani kehidupan ini adalah takwa kepada
Allah subhanahu wa ta’ala. Istiqamah tidak akan terwujud jika tidak didasari dengan takwa kepada allah ta’ala. Takwa merupakan perintah Allah bukan hanya kepada umat ini, akan tetapi terhadap umat yang terdahulu pun Allah perintahkan agar senantiasa bertakwa. Sebagaimana firman-Nya: “Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah.” (QS. an-Nisa`: 131)
Begitu pula Allah hanya menerima amal perbuatan seseorang jika didasari pondasi takwa. Allah
ta’ala berfirman melalui perkataan putra Nabi Adam ‘alaihissalam: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS. al-Maidah: 27)
Kedudukan ketakwaan dalam istiqamah merupakan sebuah pintu bagi orang yang akan berjalan,
menjadi bekal pertama yang paling berharga. Takwa yang sebenarnya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud: “Menaati Allah subhanahu wa ta’ala tanpa bermaksiat kepada-Nya, senantiasa mengingat-Nya dan tidak melupakan, mensyukuri nikmat-nikmat-Nya tanpa mengingkari-Nya.” Sebuah riwayat menceritakan bahwasannya datang seseorang kepada Abu Hurairah menenyakan perihal takwa, maka beliau menjawab: “Apakah kamu pernah melewati jalan yang banyak durinya”? Laki- laki itu menjawab: iya. Abu Hurairah bertanya kembali: “lalu apa yang kamu lakukan”? Jawab laki-laki itu: jika aku melihat duri maka aku menyingkir darinya atau aku lalui tanpa menyentuhnya atau aku berhenti. Maka abu Hurairah menjawab: “Demikianlah perihal ketakwaan”. (Ibnu Abi Dunya dalam kitab at-Takwa)
Seorang yang akan mendapatkan istiqamah maka dia harus berbekal ketakwaan sebagaimana
penjelasan abu Hurairah dalam menjelaskan makna takwa. Karena istiqamah sulit didapatkan jika seorang masih senantiasa berbuat maksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Ikhlas Dalam Segala Hal
Amal perbuatan seseorang tidak akan bermanfaat baginya apabila tidak didasari ikhlas hanya
kepada Allah subhanahu wa ta’ala, bahkan perbuatan tersebut dapat menyeretnya kepada siksa dan
adzab. Ingatkah kita dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menceritakan tentang tiga orang yang melakukan amal kebajikan tapi semuanya Allah lemparkan kedalam neraka. Tidak lain adalah karena mereka melakukan amal tersebut tidak didasari ikhlas kepada Allah. Yang pertama berjihad agar untuk dikatakan seorang pemberani, kedua menuntut ilmu dan membaca al-Qur’an agar dikatakan ahli ilmu dan seorang qori’, ketiga dia berinfak agar dikatakan sebagai orang yang dermawan. Nas’alullaha as-salamah wal ‘aafiyah. (HR. al-Bukhari)
Seseorang tidak akan mampu beristiqamah dalam beribadah kecuali jika ia mengikhlaskan semua
ibadahnya hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah ta’ala berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah: 5)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai bahaya beramal tanpa ikhlas: “Demi
Dzat yang tidak ada tuhan selain-Nya, sesungguhnya salah seorang diantara kalian melakukan amalan
penduduk surga sampai antara dia dan surga tinggal satu jengkal. Kemudian catatan kitab mendahuluinya, di akhir hayatnya dia melakukan amal penghuni neraka sampai akhirnya dia pun masuk ke neraka. Dan salah seorang diantara kalian ketika hidupnya melakukan amal perbuatan penduduk neraka sampai jarak antara dirinya dan neraka tinggal satu jengkal, tapi catatan kitab mendahuluinya, kemudian di akhir hayatnya dia melakukan amal perbuatan penduduk surga, dan akhirnya diapun masuk ke dalam surga”. (Muttafaqun ‘alaih)
Dalam riwayat yang lain disebutkan ketika orang yang melakukan amal kebaikan itu “hanya tampak
di hadapan manusia (dia tidak ikhlas kepada Allah).” (HR. Muslim)
Istiqamah merupakan bentuk ibadah kepada Allah, dan ibadah tidak akan terwujud jika ditujukan
kepada selain Allah atau ditujukan kepada Allah tapi mengharapkan pula pujian atau kedudukan di hati manusia. Hal ini lah yang pernah Rasulullah takutkan akan menimpa umat ini, sebagaimana sabda-Nya:
“Sesungguhnya sesuatu yang aku takutkan menimpa kalian adalah syirik kecil”. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah apa itu syirik kecil? Rasulullah menjawab: “Riya (melakukan perbuatan agar dilihat oleh manusia).” (HR. Ahmad)
3. Banyak Berdoa Meminta Ketetapan Hati Kepada Allah
Setiap kita tidak ada yang mampu menjamin apakah dikemudian hari akan sama keadaannya
seperti sekarang ini, tidak akan berubah. Tentu saja tidak ada yang dapat menjaminnya. Karena hati
manusia berada di jari-jemari Allah subhanahu wa ta’ala. Allah ta’ala yang membolak-balikkan hati sesuai dengan yang diinginkan-Nya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya hati anak adam semuanya berada diantara dua jemari diantara jemari-jemari Allah bagaikan satu hati, Allah palingkan hati tersebut sesuai kehendakNya.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, untuk mendapatkan istiqamah maka kita banyak-banyak berdoa kepada Allah
subhanahu wa ta’ala sebagai Penguasa hati untuk menetapkan hati kita, dan mengokohkan hati kita diatas agama-Nya yang mulia ini. Karena sangat pentingnya do’a ini, maka Allah mengajarkannya di dalam al-Qur’an: "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)." (QS. Ali Imron: 8)
Begitu pula Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan sebuah doa agar kita senantiasa
menggunakan doa tersebut untuk meminta ketetapan hati, yaitu:
“Wahai zat yang membolak-balikkan hati tetapkanlah hati kami diatas agamamu.” (HR. Ahmad)
“Ya Allah zat yang maha memalingkan hati, palingkanlah hati kami diatas ketaatan kepadamu.” (HR.
Muslim)
Bersambung insya Allah.

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS