UNTUK MENDAPATKAN BULETIN AL-IMAN DALAM BENTUK PDF KLIK TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3

Home » » AGAR PENYAKIT TAK MENAMBAH HATI MENJADI SEMPIT

AGAR PENYAKIT TAK MENAMBAH HATI MENJADI SEMPIT

Written By Unknown on Sabtu, 09 Februari 2013 | 16.49




Dalam mengarungi bahtera kehidupan dunia fana ini, manusia tidak selalu berada
di atas, namun terkadang ia berada di bawah. Ia juga tidak akan senantiasa berada dalam
kebahagiaan, namun kadang kala ia merasakan kesedihan. Demikian pula dalam masalah
kesehatan. Tidak ada manusia yang hidup di dunia ini selalu dalam keadaan sehat wal afiyat.
Akan tetapi, terkadang penyakit datang kepada dirinya, menyapa dirinya untuk waktu yang
sementara.
Itulah dua sisi kehidupan manusia yang berbeda, kadang kala ia mendapatkan
kenikmatan dengan berbagai macamnya dan terkadang ia mendapatkan musibah dengan
aneka ragam jenisnya. Kadang kala ia mendapatkan kemenangan, dan terkadang pula ia
menelan kekalahan. Itu semua merupakan sunnatullah bagi setiap hamba-Nya.
Allah ta’ala berfirman:

Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka
mendapat pelajaran). (QS. Ali Imron: 140)
Maka itu, agar penyakit tak menambah hati menjadi sempit, agar musibah tak
membuat hati kian susah, diperlukan kiat-kiat tertentu. Semoga saja, tulisan ringkas ini dapat
mewakili dan menjadi solusi untuk mewujudkannya. Di bawah ini beberapa kiat tersebut.
Selamat menyimak!

1. MENGETAHUI BAHWA PENYAKIT MERUPAKAN TAKDIR ALLAH.
Ketahuilah, rukun Iman ada enam, di antaranya beriman kepada takdir Allah, yang baik
dan yang buruk. Kemudian ketahuilah, tidak setiap orang selalu mendapatkan takdir yang baik.
Terkadang ia akan mendapatkan takdir yang tidak baik seperti penyakit dan musibah.
Namun, bila kita perhatikan dengan seksama, takdir Allah yang manusia anggap buruk
tersebut, ternyata mengandung hikmah yang begitu mendalam. Di balik itu banyak hal yang
Allah sediakan bagi hamba-Nya. Mungkin sebagai teguran agar ia kembali ke jalan-Nya, pahala
besar bagi yang bersabar, dileburkannya dosa-dosa dan kesalahan, balasan di akhirat dengan
surga, serta berbagai hikmah mulia lainnya.
Allah ta’ala berfirman menjelaskan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan sesuai
takdir-Nya:

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. al-Hadid: 22)
Firman-Nya:

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.
Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. at-Taghabun: 11)
Musibah dan penyakit merupakan ketentuan Allah azza wa jalla. Maka itu, hendaklah
seorang muslim yang diuji dengan keduanya pandai mencari hikmah yang ada dibaliknya.
Minimal, hendaklah ia bersabar, agar kucuran pahala dari Allah ta’ala selalu mengalir
kepadanya.

2. BAHWA PENYAKIT ADALAH TANDA CINTA ALLAH KEPADA HAMBA-NYA.

Dalam hal ini Rasulullah n pernah menjelaskan:

“Siapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, niscaya akan diuji dengan musibah.” (HR.
Bukhari)
Dalam hadits lain Nabi n bersabda:

“Sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum Dia akan menurunkan ujian kepada
mereka.” (Hadits hasan riwayat at-Tirmidzi 7/77)
Hal tersebut tidak hanya menimpa kita, namun telah menimpa manusia baik seperti
para Nabi dan Rasul, dimana mereka adalah manusia yang paling baik iman dan amalnya.
Aisyah x pernah bercerita bagaimana Nabi n dahulu mendapatkan beratnya ujian
penyakit dari Allah ta’ala. Ia berkata:

“Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih berat penyakitnya dari para Rasulullah n.“
(HR. al-Bukhari & Muslim)

3. MENGETAHUI BAHWA PENYAKIT SEBAGAI KAFFAROH (PELEBUR DOSA) BAGI HAMBA.
Nabi n bersabda:

seorang muslim tertimpa suatu kepayahan, penyakit, gundah-gulana, kesedihan,
gangguan, suatu yang menyesakkan hati, hingga sebuah duri yang menusuknya, melainkan
dengan semua itu Allah akan hapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Beliau n juga bersabda:

“Tidaklah

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit atau sejenisnya, melainkan dengan
sebab itu Allah akan menggugurkan dosa-dosanya, seperti pohon yang menggugurkan
dedaunannya.” (al-Bukhari & Muslim)

4. MENGETAHUI BAHWA COBAAN DARI ALLAH BUKAN HANYA ADA PADA PENYAKIT DAN MUSIBAH, NAMUN JUGA ADA PADA KEKAYAAN DAN HARTA (KENIKMATAN).
Allah ta'ala berfirman:

“Dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk,
agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS. al-A'raf: `68)
Asy-Syaukani v berkata seraya menafsirkan ayat di atas: “(Maksudnya) Kami uji
mereka dengan kebaikan dan kejelekan, dengan harapan mereka meninggalkan kekufuran dan
maksiat.” (Tafsir Fathul Qodir, pada surat al-A’raf ayat 68)
Allah ta’ala juga berfirman:

“Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.” (QS. al-Anbiya`:
35)
Ibnu Katsir v berkata: “Maksudnya, Kami turunkan cobaan kepada kalian, sesekali
dengan musibah, sesekali dengan kenikmatan, agar Kami bisa tahu siapa yang bersyukur dan

siapa yang kufur, siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa.” (Tafsir Ibn Katsir, pada
surat al-Anbiya` ayat 35)

5. MENGETAHUI BAHWA PENYAKIT MENJADI SEBAB MASUKNYA SEORANG HAMBA KE
DALAM SURGA.

Atho`zberkata: "Ibnu Abbas berkata kepadaku: Maukah kamu aku beritahu seorang
wanita penghuni surga?" "Tentu saja", jawabku.
Ibnu Abbaszberkata: "Wanita berkulit hitam itu, ia pernah menemui Nabi n dan
berkata: "Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan dan auratku terkadang tersingkap tanpa
aku sadari, maka itu berdoalah kepada Allah untukku."
Beliau n bersabda: "Jika engkau mau, engkau bisa bersabar maka bagimu surga. Dan
jika engkau mau, aku bisa berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu."
Ia berkata: "Aku bisa bersabar". Lalu ia berkata: "Sesungguhnya auratku terkadang
tersingkap tanpa aku sadari, maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkap lagi."
Maka beliau mendoakan wanita itu. (HR. al-Bukhari & Muslim)
Sikap manusia yang tertimpa penyakit atau musibah itu terbagi menjadi empat
golongan: Pertama, Marah. Orang yang seperti ini dia tidak akan mendapatkan pahala dari
Allah ta’ala, bahkan ia berdosa lantaran hal tersebut. Kedua, Sabar. Sikap inilah yang wajib
bagi setiap muslim yang tertimpa suatu penyakit. Maka itu, berusahalah agar kesabaran selalu
ada pada diri kita, baik ketika ada musibah maupun tidak. Ulama berkata: “Sabar ialah sikap
penuh adab dalam menghadapi ujian dari Allah.” Yang lain berkata: “Yakni merasakan pahitnya
cobaan tanpa bermuka masam.” Ketiga, Ridho. Tingkatan ini lebih tinggi dari sekedar bersabar.
Karena hatinya merasa lapang dengan keputusan Allah dan tidak merasakan pahitnya cobaan.
Sekalipun rasa sakit itu ada, maka sikap ridho tersebut meringankannya. Semakin kuat ia, maka
rasa sakit tersebut semakin tak terasa. Keempat, Bersyukur. Sebab ia tahu betul bahwa di balik
musibah tersimpan banyak hikmah, diketahui oleh orang yang tahu dan tidak diketahui oleh
selainnya.

6. MENGETAHUI BAHWA PENYAKIT ADALAH COBAAN DARI ALLAH YANG DAPAT
MENGINGATKAN KITA DARI KELALAIAN DAN SEBAGAI TEGURAN.

Mungkin selama ini kita jauh dari jalan Allah ta’ala, sehingga karena kasih sayang
dan rahmat-Nya kepada kita, Dia menegur kita dengan sedikit ujian, agar kita dapat kembali
menuju jalan yang lurus. Maka, hendaklah orang yang diuji Allah dengan penyakit dapat
bersabar, ridha, atau bahkan bersyukur kepada-Nya. (Lihat kembali ayat-ayat pada Poin 4)

7. MENGETAHUI BAHWA ORANG YANG SABAR KETIKA TERTIMPA PENYAKIT MAKA
BAGINYA KEBAIKAN, DAN SEBALIKNYA BAHWA ORANG YANG TIDAK SABAR MAKA IA
TIDAK AKAN MENDAPAT PAHALA DAN KEBAIKAN DARI PENYAKIT TERSEBUT.

Perhatikan dan renungi sabda Nabi n berikut ini, semoga kita dapat semakin bijak
dalam bersikap. Beliau bersabda:

“Alangkah mengagumkan urusan seorang mukmin itu. Sungguh, semua urusannya adalah
baik. Dan hal itu tidaklah didapat kecuali oleh seorang mukmin; bila ia memperoleh
kenikmatan lalu bersyukur maka itu baik baginya, dan bila ia tertimpa suatu musibah lalu
bersabar maka itu baik pula baginya.” (HR. Muslim)
Wallahu ta’ala a’lam.'


(Oleh: M. Sulhan Jauhari)

0 komentar:

Buletin Terbaru

Radom Post

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS